Dahulu Tionghoa ke Nusantara, Jokowi Teken Bahasa Mandarin Masuk Kurikulum, Kenapa Marah Besar Pak Amien?

Dahulu Tionghoa ke Nusantara, Jokowi Teken Bahasa Mandarin Masuk Kurikulum, Kenapa Marah Besar Pak Amien?

Kuli-Kuli Bangka keturunan Tionghoa di cucian bijih hancur pada tahun 1890 (KITLV)--

China juga melawan pattern negara komunis, dengan membuka diri pada investasi asing dengan perjanjian ketat tentang transfer teknologi apabila investor luar membuka lahan di China.

Sehingga tak butuh beberapa dekade, akan berdiri puluhan perusahaan sejenis yang asli China, datang menyaingi dengan modal kreatif.

Mereka benar-benar membangun sebuah sistem apik untuk mendukung berdirinya negara berkonsep komunistik terbuka.

Ditambah peningkatan kualitas sumber daya manusia. China adalah negara yang paling giat mengirim warganya ke luar negeri untuk belajar dan berlatih. Tenaga akademisi dan teknisi tentulah menjadi modal besar menarik investor.

BACA JUGA:Rupa Pesisir Selatan Pulau Jawa Ini Misterius Meretas Peta Kuno, Kenapa Pelaut Abad ke-16 Terkecoh?

Dalam kehidupan sehari-hari, tanpa disadari begitu banyak pengaruh budaya Tiongkok yang diserap, mulai dari penggunaan kertas, tinta, kembang api, kemudian kosakata serapan dari bahasa Hokkian, dari istilah ekonomi sampai istilah kuliner, seperti mi, bihun, dan bakso.

Budaya Tiongkok telah turut mewarnai kebudayaan Indonesia. Budaya itu senantiasa dinamis, saling memengaruhi dan melengkapi.

Perpaduan antara budaya Tiongkok dan budaya Nusantara menimbulkan fenomena budaya peranakan yang unik.

Hal ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang tumbuh bersemi di Indonesia yang majemuk, rukun, bersatu, dan menghargai keanekaragaman.

BACA JUGA:Rupa Pesisir Selatan Pulau Jawa Ini Misterius Meretas Peta Kuno, Kenapa Pelaut Abad ke-16 Terkecoh?

Setelah zaman Masehi, beberapa catatan berita Cina menyebutkan tentang perjalanan beberapa tokoh agama Budha dari daratan Cina ke India, dan singgah di berbagai tempat di Nusantara. 

Mereka antara lain adalah Fa Hsien yang singgah di daerah yang disebut “Jawa,” dalam perjalanannya antara Cina dan India, pada  413 M (Masehi). Pendeta Budha Hwi Ning singgah di sebuah daerah yang disebut Holing (Jawa utara) pada tahun 664 M, dan Pendeta I Tsing singgah di Sriwijaya pada  671 M (Masehi).

 

Setelah adanya beberapa yang singgah, kepulauan Nusantara mulai dikenal orang Cina, khususnya para penguasanya. Yang kemudian membuat terjalinnya hubungan diplomatik antara beberapa kerajaan di Nusantara dengan penguasa daratan Cina.

BACA JUGA:Bukan Main! Nama Jawa-Sunda Sudah Dikenal Sejak Romawi Kuno, Ungkap Sundaland Teliti Kotoran Kelelawar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: