5 Fakta Menarik atau Funfact dari RA Kartini Sang Pahlawan Kemerdekaan Indonesia 

5 Fakta Menarik atau Funfact dari RA Kartini Sang Pahlawan Kemerdekaan Indonesia 

Potret Raden Ajeng Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia. -Pinterest - Tangkapan Layar -radarmajalengka.com

RADARMAJALENGKA.COM - Pastinya kita sebagai warga negara Indonesia, tentunya sudah mengetahui kiprah dan kontribusi dari salah satu Pahlawan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan seorang wanita berani dan tangguh.

Ya, wanita itu bernama Raden Ajeng Kartini atau dengan nama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat ini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. Dan dari tanggal kelahiran beliau ini, maka lahirlah Hari Kartini sebagai hari untuk terus mengenang jasa-jasa beliau selama memperjuangkan emansipasi wanita, yang ditetapkan oleh Presiden Sukarno pada 2 Mei 1964, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) No. 108 Tahun 1964.

RA Kartini menikah dengan seorang Bupati Rembang yang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, dan dikaruniai seorang anak di usianya yang ke-25 dan diberi nama, Soesalit Djojoadhiningrat, tepatnya pada 13 September 1904. Empat hari setelah melahirkan, Kartini harus berpulang, di tanggal 17 September 1904 di umur nya yang ke-25 pula.

RA Kartini sebagai sosok Pahlawan Kemerdekaan Indonesia memiliki kisah hidup dan beberapa fakta menarik yang patut untuk diulas, seperti pada artikel berikut ini yang akan membahas 5 funfact atau fakta menarik dari seorang RA Kartini sebagai sosok Pahlawan Kemerdekaan Indonesia, simak selengkapnya disini.

BACA JUGA:21 Ucapan Hari Kartini 2024, Bisa Untuk Caption yang Inspiratif, Semangat, dan Penuh Makna

1. Dipingit menjelang pernikahan 

RA Kartini pada usia 12 tahun, beliau menjalani pingitan. Dalam tradisi Jawa, pingitan sama berarti dengan pengasingan yang di mana anak perempuan akan menarik diri dari semua kegiatan dan keterlibatan sosial sementara mereka menunggu waktunya pernikahan.

2. Gemar membaca buku

Selama menjalani pingitan, beliau meminjam buku dari kakaknya dan mulai menumbuhkan kecintaannya dalam membaca. Melalui buku-buku yang ditulis oleh para penulis Belanda inilah, Kartini menyadari bahwa perempuan dalam budaya Jawa tidak diizinkan untuk mempunyai kebebasan seperti di Belanda dan negara-negara lain di seluruh dunia.Beliau kemudian menulis surat kepada sahabat penanya di Belanda, dimana dia melampiaskan rasa frustrasinya tentang ketidakadilan ketidaksetaraan gender dalam budaya Javen. Dia merasa bahwa wanita hanya dihargai sebagai istri dan ibu. Kumpulan surat-surat yang ia tulis dan ditujukan kepada seorang temannya inilah yang akan menjadi cikal bakal lahirnya buku yang merekam pemikiran dari seorang sosok Pahlawan Kemerdekaan Indonesia ini, dalam memperjuangkan emansipasi wanita di zamannya.

BACA JUGA:Pemikiran Serta Jejak Perjuangan Kartini Tertulis Didalam Satu Buku Ini, Apa Judul Serta Isinya?

3. Habis Gelap Terbitlah Terang 

Pada tahun 1911, ketika Indonesia masih berada di bawah jajahan kolonial Belanda, surat-surat Kartini diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Out of Dark Comes Light (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku ini diterima dengan minat besar dari orang-orang di Belanda yang untuk pertama kalinya terpapar pada ide-ide seorang wanita Indonesia yang cerdas, menjunjung tinggi rasa emansipasi, berbicara dengan baik, dan progresif serta memiliki pemikiran revolusioner yang mendiskusikan ide-ide feminisme. Karya tersebut mengubah cara orang-orang di Eropa memandang perempuan di Indonesia dan memberikan inspirasi bagi gerakan kemerdekaan Indonesia.

4. Pernikahan yang diatur orang tua

RA Kartini yang sudah berusia 24 tahun, pada bulan November 1903. RA Kartini harus merelakan beasiswa untuk belajar kedokteran di Jepang karena pernikahan yang telah diatur oleh orang tuanya. Beliau dengan berat hati harus menikahi Raden Adipati Joyodiningrat yang merupakan seorang Bupati Rembang. Karena pernikahan itu, RA Kartini merasa sedih karena beliau mendambakan pendidikan dan ingin belajar sekali di luar negeri. Segera setelah menikah, berkat dukungan suaminya dan bantuan dari pemerintah Belanda, Kartini membuka sekolah dasar pertamanya di Indonesia untuk anak perempuan. Sekolah tersebut mendorong pemberdayaan wanita dan mengajarkan mereka kurikulum progresif berbasis barat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: