WAR TAKJIL: MEMAHAMI FENOMENA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI

WAR TAKJIL: MEMAHAMI FENOMENA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI

--

Setiap tahunnya, umat Muslim di seluruh dunia memasuki bulan suci Ramadan dengan penuh kegembiraan dan kebersamaan. Ramadan tidak hanya menjadi bulan ibadah, tetapi juga menjadi momen di mana nilai-nilai sosial seperti kepedulian, kebaikan, dan solidaritas tercermin secara nyata dalam masyarakat Muslim. 

 

Salah satu fenomena yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Ramadan adalah berburu makanan untuk berbuka puasa serta praktik berbagi takjil atau makanan ringan berbuka puasa kepada sesama yang membutuhkan, yang dikenal dengan istilah "War Takjil". 

 

Fenomena ini tidak hanya mencerminkan semangat berbagi, tetapi juga dapat dianalisis dalam perspektif komunikasi.

Arti war takjil bisa dilihat dari kosakatanya yang berasal dari gabungan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 

 

War adalah kata dalam bahasa Inggris yang berarti perang. Sedangkan, takjil merupakan kata dalam bahasa Indonesia. Takjil diartikan makanan dan minuman untuk berbuka puasa.

 

Padahal jika ditinjau lebih lanjut, makna takjil bukanlah seperti itu. Menukil buku Perca-Perca Bahasa oleh Holy Adib, kata dasarnya adalah 'ajjala yang berarti menyegerakan, sedangkan turunannya ta'jiil yaitu penyegeraan. 

 

Sama seperti yang tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takjil diartikan sebagai menyegerakan atau mempercepat (buka puasa). Sehingga, takjil memiliki arti segera untuk membatalkan puasa dengan makanan pembuka.

 

Berburu makanan pembuka puasa tidak hanya untuk mereka kaum muslim yang memang sedang berpuasa tetapi juga bagi mereka NonIslam (NonIs) yang ikut merasakan manfaat dari bulan yang penuh Rahmat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: