Rijklof van Goens Terkejut Menghadiri Jamuan Raja Jawa Ini, Seperti Apa Rasanya Makanan Tahun 1645?
![Rijklof van Goens Terkejut Menghadiri Jamuan Raja Jawa Ini, Seperti Apa Rasanya Makanan Tahun 1645?](https://radarmajalengka.disway.id/upload/f1b1422d4369f1dfc1fd0a4e7477ab00.jpg)
Makam Sunan Tegalarum (Amangkurat I) ca. 1915--
Beberapa bahan masakan baru dikenal masyarakat Nusantara setelah orang Eropa menemukan Benua Amerika. Misalnya cabai, nanas, sawo, jagung, papaya, markisa, srikaya, jambu batu, dan singkong.
Bumbu Jawa yang kini populer baru kemudian diimpor. Jintan misalnya, tumbuh di Timur Tengah. Kuma-kuma (saffron) dibawa dari wilayah Mediterania. Ketumbar aslinya dari Timur Tengah dan wilayah Mediterania.
Tanaman untuk bumbu yang diketahui ditanam di Jawa sejak lama adalah merica, lada hitam, lada putih, dan cabe Jawa. Sementara kemukus telah menjadi produk ekspor ke Tiongkok sejak 1200-an.
Sementara itu, laos merupakan tanaman asli Jawa. Penjelajah Italia, Marco Polo pernah mencatat tanaman ini diproduksi di Jawa sekira abad ke-13 M. Adapun jahe dan bawang disebut sebagai produk yang diperjualbelikan di desa.
BACA JUGA:Ramalan Eyang Haji Aji Putih, Jatigede Jadi Sahara, Ujungjaya Berubah Nagara
“Kita dapat memperkirakan makanan pada abad 10 M mungkin saja dibumbui dengan jahe, kunyit, kapulaga, dan laos, juga merica,” tulis Antoinette.
Menurut Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid I: Tanah di Bawah Angin, meski terkenal sebagai negeri rempah dan terbiasa merempahi makanannya, rupanya tak banyak orang Eropa dan Tiongkok yang protes akan rasanya. Pada masa itu tidak pernah ada yang mengemukakan bahwa makanan di Asia Tenggara terlalu banyak bumbu, pedas, atau terlalu banyak memakai rempah.
“Mungkin karena kedua bangsa pemakan daging ini, yang ingin menyembunyikan rasa daging lama mereka, ketika itu juga sudah terbiasa dengan rasa rempah dalam makanan Asia Tenggara,” tulis Reid.
Aneka ragam tanaman juga sohor di pasar-pasar Asia Tenggara, seperti asam, kunyit, jahe, kemukus, calamus. Semuanya digunakan sebagai bahan penyedap makanan dan obat-obatan.
“Bahan makanan yang masih digunakan sampai saat ini, misalnya gula aren, minyak, beras, asem, dan terasi, bagi Jawa merupakan komoditas ekspor,” tulis Reid.
Bagi mereka yang berada di kawasan Asia Tenggara, terasi dan kunyit merupakan bahan makanan pedas paling umum hingga diperkenalkannya cabai dari Amerika selatan pada pengujung abad ke-16.
Berdasarkan laporan orang Belanda pada 1596 cabai telah tumbuh di beberapa bagian Jawa. Bahkan, gubernur Belanda di Banten menggunakannya sebagai pengganti lada ketika lada langka.
“Lada hitam kendati dijual di mana-mana tak begitu penting artinya dalam makanan orang Asia Tenggara,” tulis Reid.
BACA JUGA:Intip 2 Foto Lawas Masa Revolusi Kemerdekaan, Militer Belanda ke Majalengka
Kemudian terasi yang sejak dulu bahan makanan ini dinilai sebagai penyempurna makanan. “Tidak sempurna makan nasi tanpa ikan, dan terutama terasi yang kaya protein dari ikan,” catat Reid.
Terasi bagi orang Melayu disebut belacan. Orang Thailand menyebutnya kapi. Di Burma, terasi disebut nga-pee, di Vietnam nuoc mam. Terasi menjadi makanan kegemaran orang Asia Tenggara.
Hingga kini sulit mendapatkan sumber yang menjabarkan resep masakan masa kuno. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: