Jaringan Kontroversial Ini Pernah Merambah di Kota Wali, 7 Tahun Cirebon Dipimpin Seorang Freemason
Balai kota Cirebon pertama kali dibangun tahun 1924 di masa kolonial Belanda dan selesai di tahun 1927. Dulunya disebut “Gemeentekantoor van Cheribon” lebih kurang sama dengan “Balai Kota Cirebon”. Gemeente kira-kira sama dengan Kotapraja atau Kotamadya. --
Buku Gedenkboek Vrijmetselarij mencatat bahwa sekitar tahun 1893 telah terdapat beberapa Freemasonyang belum diakui secara resmi di loji-loji, yang tersebar di beberapa kota yaitu Bandung, Blitar, Cirebon, Yogyakarta, Padang, Pekalongan, Rembang, Salatiga, Surabaya dan Tegal(“De Ster in het Oosten”, Weltevreden, “La Constante et Fidele”, Semarang, “DeVriendschap,” 1917).
Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terdapat Freemason dari wilayah Cirebon namun belum teridentifikasi dengan jelas. Catatan lain menunjukkan bahwa terdapat beberapa Freemason yang tinggal di Cirebon pada tahun 1910 (Indisch maçonniek tijdschrift, jrg 17, 1911-1912, 1911).
Fakta tersebut tercatat dalam laporan tahunan salah satu loji terbesar di Hindia Belanda yaitu Loji “Constante et Fidele” yang telah berdiri sejak tahun 1801 di Semarang.
Perkumpulan Freemasonry di Cirebon secara resmi dimulai pada 1 Maret 1920 dengan berdirinya Freemasonry Kring Cirebon dengan nama Belanda “Vrijmetselarij-Kring Cheribon”.
Susunan kepengurusan Freemasonry Cirebon yaitu Dr. H. J. van der Schroeff (Ketua), R. Toorenman (Sekretaris), F. W. Collard (Bendahara) yang kemudian terjadi pergantian kepengurusan yaitu F. W. C. Ledeboer (Ketua), F. H. Remmers (Sekretaris) dan R. Toorenman (Bendahara) (Indisch maçonniek tijdschrift, jrg 26, 1920-1921, 1921).
Para anggota kring Cirebon, diketahui berlangganan surat kabar bulanan, mingguan dan harian. Namun yang jelas, keberadaan organisasi ini dapat diketahui dari sejumlah bukti yang ditemukan di beberapa titik di Cirebon. Salah satunya logo Freemasonry yang kontroversial karena berada di pintu makam Sunan Gunung Djati di Cirebon.
R. M. A. Pandji Ariodinoto meninggal pada 28 atau 29 November 1927 di Rumah Sakit Cikini setelah sakit selama 6 bulan. Ariodinoto tidak dikuburkan di pusat ibukota Cirebon, akan tetapi ia memilih kuburan keluarga tempat ayah dan ibunya dimakamkan dengan nama Hendralajon yang artinya tempat peristirahatan bagi kaum bangsawan (Indisch Maçonniek Tijdschrift, 33e Jaargang, 1927-1928, 1928). (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: