Tak Jauh dengan Pusat Mataram Kuno, Syekh Subakir Pilih Gunung Tidar, Konon Bawa Batu Hitam dari Arab

Tak Jauh dengan Pusat Mataram Kuno, Syekh Subakir Pilih Gunung Tidar, Konon Bawa Batu Hitam dari Arab

Gunung Tidar tahun 1921. Masih terlihat kawasan kaki Tidar yang lapang dan menjadi lokasi menggembala ternak. Gunung Tidar masih terlihat gundul tanpa vegetasi pepohonan. Sumber: Postingan Endo' Purnomo, 23 Mei 2014. Grup FB KTM --

RADARMAJALENGKA.COM-Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah) menyebut agama Kapitayan telah tumbuh dan berkembang sejak zaman paleolithik sampai dengan zaman perunggu dan besi di tanah Jawa.

Agama Kapitayan biasa disebut dengan kepercayaan animisme dan dinamisme yaitu mempercayai adanya benda-benda yang memiliki daya sakti dan kepercayaan terhadap arwah leluhur.

Sehingga Syekh Subakir diutus secara khusus menangani masalah-masalah gaib dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa ketika itu.

Dalam buku Melacak Jejak Syeikh Subakir: Riwayat Penumbalan Tanah Jawa dan Walisanga Generasi Pertama karya M Romadhon disebutkan ada tiga titik sentral yang dijadikan prioritas oleh Syekh Subakir untuk ditumbali, yakni timur, barat, dan tengah.

"Untuk kawasan bagian tengah ini, dia memilih kawasan Gunung Tidar yang letaknya tidak jauh dengan pusat peradaban Mataram Kuno," tulis Romadhon.

Menurutnya, ini adalah salah satu strategi Syekh Subakir dalam mensyiarkan agama Islam. Syekh Subakir memilih Gunung Tidar dimaksudkan untuk mengislamkan pusat dari kerajaan Hindu-Budha pada masa Dinasti Sailendra.

Selain itu Gunung Tidar terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat di bagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk seperti kepala paku, sehingga Gunung Tidar sampai sekarang dikenal dengan nama “pakuning lemah Jawa”.

Muhammad Dhiyauddin Quswandhi dalam bukunya berjudul Waliyah Zainab Putri Pewaris Syeikh Sitti Jenar-Sejarah Agama dan Peradaban di Pulau Bawean Syekh Subakir telah meruqyah tanah Jawa.

Langkah ini dilakukan sebagai awal pembuka jalan dakwah, dan menghilangkan anasir-anasir jahat akibat dominasi jin dan siluman yang terkait dengan ritual agama dan kepercayaan yang dianut masyarakat setempat sebelum-nya (Kapitayan-Hindu-Buddha).

Selain itu juga untuk membuka hati masyarakat Jawa agar terbuka hatinya terhadap Islam yang akan segera datang di bawah panji Walisongo.

Muhammad Dhiyauddin Quswandhi menyebut, hal ini dilakukan setelah sebelumnya Syekh Subakir juga singgah dan berhasil meruqyah pulau Bawean.

Sementara berdasarkan Babad Tanah Jawa, Syekh Subakir yang menguasai ilmu gaib dan dapat menerawang makhluk halus mengetahui penyebab utama kegagalan para ulama pendahulu dalam menyebarkan ajaran Islam karena dihalangi para jin dan dedemit penunggu tanah Jawa.

Untuk mengatasi hal tersebut, konon Syekh Subakir membawa batu hitam dari Arab yang telah dirajah dengan nama Rajah Aji Kalacakra.

Rajah Aji Kalacakra tersebut dipasang di tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung Tidar dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: