Seandainya Tan Malaka Bersedia Baca Teks Proklamasi, Inilah Fakta yang Belum Banyak Diketahui

Seandainya Tan Malaka Bersedia Baca Teks Proklamasi, Inilah Fakta yang Belum Banyak Diketahui

--

RADARMAJALENGKA.COM-Ada buku menarik yang mengisahkan situasi menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia  17 Agustus 1945.

Fakta-fakta yang diuraikan dalam buku tersebut jarang diketahui banyak orang. Bahkan tidak pernah dipelajari di dalam buku-buku pelajaran sekolah.

Buku ini mengungkap peran anak bangsa dalam mempersiapkan kemerdekaan, setelah Jepang menyerah kepada sekutu.

BACA JUGA:Rijklof van Goens Terkejut Menghadiri Jamuan Raja Jawa Ini, Seperti Apa Rasanya Makanan Tahun 1645?

Ada dua nama tokoh yang sangat terkenal dan banyak jasa merdekanya negeri ini yang ditulis di buku itu.

Hanya saja dua sosok itu nasibnya sangat tragis. Yang satu meninggal di penjara di negeri yang ia ikut mendirikannya. Yang satu lagi, meninggal akibat timah panas yang menembus tubuhnya.

Buku tersebut berjudul: “Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia”. Diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia. Dan ditulis oleh penulis yang sangat terkenal; Rudolf Mrazek.

BACA JUGA:300 Kata 150 Orang di Alun-alun Kota Basis PNI Pendidikan, Dokumen Proklamasi Lenyap Tanpa Bekas

Buku ini menceriterakan tentang dua sosok. Yakni Sutan Sjahrir dan Tan Malaka. Kemudian diunggah oleh akun media sosial mwv.mystic dengan judul: Tan Malaka dan Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan.

Di antaranya yang menarik adalah soal penolakan Tan Malaka untuk membacakan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Jika ia tidak menolak, maka teks tersebut tidak dibacakan oleh Seokarno dan Muhammad Hatta.

Fakta-fakta di buku ini diyakini oleh penulisnya bukanlah kebohongan. Apa yang ditulis itu adalah fakta detail sejarah yang mungkin jarang dimuat di buku pelajaran sekolah. 

BACA JUGA:Harta Karun Perairan Cirebon, dari Five Dynasty Abad 9, Luwu Ijo hingga Putera Sunan Gunung Jati Terbunuh

Fakta-fakta yang ditulis itu merupakan sebuah alur sejarah menjelang kemerdekaan. Namun entah mengapa “hilang". Padahal memiliki makna yang sangat besar.

Fakta itu dimulai pada Juli 1945, pasca-keluarnya Piagam Jakarta. Ketika hiruk pikuk perumusan rencana kemerdekaan Indonesia semakin dekat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: