300 Kata 150 Orang di Alun-alun Kota Basis PNI Pendidikan, Dokumen Proklamasi Lenyap Tanpa Bekas

300 Kata 150 Orang di Alun-alun Kota Basis PNI Pendidikan, Dokumen Proklamasi Lenyap Tanpa Bekas

Alun-Alun Kejaksan Cirebon --

RADARMAJALENGKA.COM- Dua hari lebih awal dari Proklamasi di Pegangsaan Timur Jakarta. Di Cirebon, 300 kata yang diyakini sebagai teks proklamasi dan relatif berbeda dengan teks proklamasi yang dibacakan Ir. Soekarno, diproklamirkan dr. Soedarsono, Kepala Rumah Sakit Kesambi atau Rumah Sakit Orange (kini menjadi RSUD Sunan Gunung Jati).

Dihadiri 150 orang di tugu berwarna putih dengan ujung lancip mirip pensil itu berdiri tegak di tengah jalan di dekat alun-alun Kejaksan, Cirebon. Tugu yang sama, dengan tinggi sekitar tiga meter, menancap di halaman Kepolisian Sektor Waled di kota yang sama.

BACA JUGA:Hidup di Tahun Penuh Bahaya, Megawati Jadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka

Proklamasi dr. Soedarsono pada dasarnya menggambarkan penderitaan rakyat di pemerintahan Jepang dan rakyat Indonesia tidak mau diserahkan ke tangan pemerintah kolonial lain’. Demikian komentar Sutan Sjahrir saat ditanya tentang bunyi teks proklamasi Cirebon yang dia susun (bersama aktivis gerakan kemerdekaan Indonesia lainnya), dikutip Majalah Tempo edisi Desember 2010, Sjahrir Peran Besar Bung Kecil.

BACA JUGA:Jakarta Dilanda Krisis, Bendera Pertama Dijahit dengan Mesin Singer Digerakkan Tangan Saat Ibu Fat Hamil

Cukup dipahami, Cirebon sebagai basis PNI Pendidikan tentu saat pembacaan proklamasi yang dipimpin dr. Soedarsono dihadiri massa Partai Nasional Indonesia Pendidikan. 

Ia juga termasuk tokoh gerakan bawah tanah pimpinan Sjahrir di Cirebon. Setelah siaran radio BBC pada 14 Agustus 1945 mengabarkan kekalahan Jepang oleh Sekutu, Sjahrir berambisi menyiarkan kemerdekaan Indonesia secepatnya.

Sjahrir menunggu Bung Karno dan Bung Hatta untuk menandatangani teks proklamasi sebelum 15 Agustus 1945. Sjahrir khawatir proklamasi yang muncul melebihi tanggal itu dianggap bagian dari diskusi pertemuan antara Soekarno, Hatta, dan Marsekal Terauchi di Saigon.

Menurut Maroeto Nitimihardjo, lewat kesaksian anaknya, Hadidjojo Nitimihardjo, Soedarsono tak pernah menerima teks proklamasi yang disusun Sjahrir. Maroeto adalah salah satu pendiri PNI Pendidikan.

Informasi diperoleh Maroeto ketika bertemu dengan Soedarsono di Desa Parapatan, sebelah barat Palimanan, saat mengungsikan keluarganya selang satu hari sebelum teks dibacakan di Cirebon. Soedarsono mengira Maroeto membawakan teks proklamasi dari Sjahrir.

"Saya sudah bersepeda 60 kilometer hanya untuk mendengar, Sjahrir tidak berbuat apa-apa. Katakan kepada Sjahrir, saya akan membuat proklamasi di Cirebon," ungkap Hadidjojo dalam buku Ayahku Maroeto Nitimihardjo: Mengungkap Rahasia Gerakan Kemerdekaan.

Ironis, jejak teks proklamasi yang dibacakan dr. Soedarsono tanpa bekas. Tak ada yang memiliki dokumennya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: