Harimau Putih dan Loreng, Duduk Perkara Penjelmaan Prabu Siliwangi dan Sisa-Sisa Prajurit Pajajaran
Patung Bodhisatwa peninggalan Kerajaan Talaga. Ketika pihak Belanda mendapati benda sejarah ini, orang Talaga menyebut ini sebagai patung Prabu Siliwangi. (Foto: Universitas Leiden Tahun 1864)--
Tetapi ada pula sebagian masyarakat Sunda yang berkeyakinan bila Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi harimau karena keteguhan pendirian mereka untuk tidak memeluk agama Islam.
Menurut kisah tersebut, Prabu Siliwangi menolak bujukan putranya yang telah menjadi Muslim, Kian Santang, untuk turut memeluk agama Islam.
Keteguhan sikap itu yang mendorong penjelmaan Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi maung.
Akhirnya, Prabu Siliwangi pun berubah menjadi harimau putih, sedangkan para pengikutnya menjelma menjadi harimau loreng.
Bila kita telusuri secara mendalam, niscaya tidak akan ditemukan bukti sejarah yang menghubungkan Prabu Siliwangi atau Kerajaan Pajajaran dengan simbol harimau.
Masalah lain muncul berkaitan dengan kebenaran sejarah “maung Siliwangi” tersebut ialah rentang waktu yang cukup jauh antara masa ketika Prabu Siliwangi hidup dan memerintah dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran yang dalam mitos maung berakhir dengan penjelmaan Siliwangi dan para pengikut Pajajaran menjadi harimau di hutan Sancang.
Penting untuk diketahui bahwa secara etimologis, Siliwangi, yang terdiri dari dua suku kata yaitu Silih (pengganti) dan Wangi, bermakna sebagai pengganti Prabu Wangi.
BACA JUGA:Mirip Sangiran, Jejak Hewan Seberat 9 Ton Pertanda Ada Manusia Purba di Majalengka?
Menurut para pujangga Sunda di masa lampau, Prabu Wangi merupakan julukan bagi Prabu Niskala Wastukancana yang berkuasa di Kerajaan Sunda-Galuh (ketika itu belum bernama Pajajaran) pada tahun 1371-1475.
Lalu, nama Siliwangi yang berarti pengganti Prabu Wangi merupakan julukan bagi Prabu Jayadewata, cucu Prabu Wastukancana.
Prabu Jayadewata yang berkuasa pada periode 1482-1521 dianggap mewarisi kebesaran Wastukancana oleh karena berhasil mempersatukan kembali Sunda-Galuh dalam satu naungan kerajaan Pajajaran.
Sebelum Prabu Jayadewata berkuasa, Kerajaan Sunda-Galuh sempat terpecah. Putra Wastukancana (sekaligus ayah Prabu Jayadewata), Prabu Dewa Niskala, hanya menjadi penguasa kerajaan Galuh.
Dipersatukannya kembali Sunda dan Galuh oleh Jayadewata, membuat beliau dipandang mewarisi kebesaran kakeknya, Prabu Wastukancana alias Prabu Wangi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: