Dianggap Pohon Suci, Orang Ini Pertama Bawa Tumbuhan Jati ke Tanah Jawa, Ditanam di Area Candi Hormati Shiwa

Dianggap Pohon Suci, Orang Ini Pertama Bawa Tumbuhan Jati ke Tanah Jawa, Ditanam di Area Candi Hormati Shiwa

Pohon jati besar (Tectona grandis) yang didorong oleh Gerakan Samin untuk dimanfaatkan penduduk Blora sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. (wikimedia commons) --

Sejak pengujung periode Hindu, hutan jati mulai ditanam di Jawa.

Sementara itu pemanfaatan kayu jati oleh masyarakat Jawa belum diketahui secara pasti. Tetapi beberapa ahli menduga kuat sebelum abad ke 8, masyarakat Jawa telah memanfaatkan kayu jati sebagai bahan baku membuat rumah.

Hal ini didasarkan atas kesamaan teknik penyusunan rumah adat Jawa dengan teknik penyusunan batu-batu candi yang ada di Pulau Jawa.

Teknik penyusunan batu-batu candi yang umumnya dibuat pada abad ke 8 diduga kuat mengikuti penyusunan rumah Jawa.

Bedasarkan naskah kuno, rumah-rumah orang Jawa yang terbuat dari kayu baru muncul pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya.

Pada naskah tersebut pula disebutkan ketika masa pemerintahan Prabu Wijayaka telah dibentuk “departemen” perumahan.

  • Bupati kalang blandong (ahli menebang kayu/pohon)
  • Bupati kalang obong (ahli pembersih hutan)
  • Bupati kalang adeg (ahli perencanaan bangunan)
  • Bupati kalang abreg (ahli merobohkan bangunan)

Merujuk spesialisasi yang telah dibuat pada masa itu, masyarakat Jawa telah memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang persoalan hutan, pohon jati, dan bagaimana cara manfaatkan kayu tersebut menjadi rumah atau bangunan.

Sejarah telah mencatat bahwa kayu jati memiliki peranan tersendiri bagi masyarakat Jawa maupun pemerintah Hindia Belanda.

Sejak masa Kerajaan Majapahit– jauh sebelum tahun 1200-, kayu jati telah diambil untuk membangun armada laut,

Made Oka Purnawati dalam buku Hutan Jati Madiun; Silvikultur Di Karisidenan Madiun 1830-1913 menyebut ketika itu moda transportasi darat yang menggunakan hewan masih belum begitu dominan.

“Oleh karena itu, dilakukan penguatan armada laut untuk mengontrol wilayah kekuasaan Majapahit yang sangat luas,” tulis Purnawati.

Jika demikian, maka pada masa Kerajaan Majapahit, kayu jati sudah menjadi komoditas industri perkapalan, walaupun masih dalam skala kecil atau hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan kerajaan.

Dijelaskan oleh Purnawati, pemanfaatan kayu jati masih berlanjut hingga kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di bumi Nusantara pada awal abad ke 16 Masehi.

Ketika itu keistimewaan kayu jati yang berasal dari Jawa telah melegenda dalam dunia internasional dengan munculnya istilah Java teak.

Munculnya istilah Java teak berawal ketika kerajaan Mataram menyerahkan kekuasannya kepada VOC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: