Undak Usuk Bahasa Sunda, Ciri Pengaruh Mataram dan Kolonialisme di Bumi Priangan

Undak Usuk Bahasa Sunda, Ciri Pengaruh Mataram dan Kolonialisme di Bumi Priangan

Undak Usuk Bahasa Sunda diduga karena pengaruh Mataram. -Scribd/Ist-radarmajalengka.com

BACA JUGA:Sunda Mataraman dan Kisah Perubahan Nama dari Galuh Menjadi Ciamis, Apa Kaitannya?

Naskah itu memuat kisah perjalanan seorang tokoh bernama Bujangga Manik mengelilingi Tanah Jawa dan Bali. Naskah ini ditulis pada daun nipah, dalam puisi naratif berupa lirik yang terdiri dari delapan suku kata.

Saat ini naskah tersebut disimpan di Perpustakaan Bodleliab di Universitas Oxford. Naskah Bujangga Manik seluruhnya terdiri dari 29 lembar daun nipah. Masing-masing berisi sekitar 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata.

Dalam naskah tersebut, tidak menunjukkan adanya stratifikasi bahasa. Bahkan dalam satu paragraf, sang tokoh utama, Bujangga Manik alias Ameng Layaran, merujuk dirinya sendiri dengan kata ganti aing saat bercakap dengan ibunya.

Mungkin jika sekarang, bahasa Sunda Kuno versi Pujangga Manik ini tidak elok. Apalagi menggunakan kata “aing” kepada sang ibu. Tentu akan dicap sebagai anak durhaka.

BACA JUGA:Bupati Karna Resmikan Rumah Relokasi Bencana

“Ambuing karah sumanger/ pawekas pajeueung beungeut/ ambu kita deung awaking/ sapoé ayeuna ini/ pajeueung beungeut deung aing/ mau nyorang picarék deui/ mau ma ti na pangimpian/ pajeueung beungeut di bulan/ patempuh awak di angin." 

Begitu isi dari salah satu percakapan dalam naskah tersebut. Jika diartikan adalah: “Karena itu, bunda selamat tinggal/ untuk yang terakhir bertatap muka/ kita, bunda bersama denganku/ hanya sehari inilah/ bertatap muka denganku/ tak kan pernah berbincang lagi/ kecuali hanya dalam mimpi/ saling tatap muka di bulan/ bersentuh raga di angin”.

Jika dilihat dari isi naskah tersebut, sepertinya sulit dimengerti. Kecuali para penutur bahasa Sunda loma bisa dengan mudah mengerti sebagian besar kalimat-kalimat di atas. Tentu tanpa perlu diterjemahkan ke bahasa Sunda modern. Kecuali beberapa kata yang berevolusi. Seperti mau menjadi moal.

Mulai abad 17, karena pengaruh feodalisme Mataram, sistem undak usuk tersebut diadopsi. Kebanyakan kata serapan dari bahasa Jawa itu ditempatkan di tingkatan halus (Sunda: lemes).

BACA JUGA:SMAN 1 Maja Jawara Bola Voli, Raih Juara Pertama Putri Tingkat SMA/ SMK

Bandingkan dengan kosa kata asli bahasa Sunda yang kebanyakan ditempatkan sebagai basa loma (bahasa akrab, bahasa pasar, sering disalahartikan sebagai bahasa kasar). Meskipun banyak pula kosa kata asli Sunda yang masuk kategori halus 

Berbeda dengan Priangan dan Galuh, Banten (milik Kesultanan Banten) dan Batavia (dikuasai VOC) tidak ditaklukkan oleh Mataram.

Itulah mengapa orang Sunda Banten dan, dalam kadar tertentu, orang Bekasi-Karawang dianggap berbahasa 'lebih kasar' dibandingkan dengan orang Priangan.

Padahal sebenarnya, bahasa Sunda yang dipakai oleh Orang Banten lebih dekat dengan bahasa Sunda yang dipakai oleh leluhur orang Sunda. Artinya mereka tidak kasar, mereka hanya lebih egaliter secara sosial dan bahasa, seperti leluhur orang Sunda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: