Ada Sungai Purba di Bawah Laut Jawa, Bukti Biologisnya Hewan Ini, Jejaknya di Belitung Timur

Ikan Buntal di Tebat Rasau (Foto: Dinas Kebudayaan & Pariwisata | Kabupaten Belitung Timur)--
Sebagian besar sungai purba tersebut telah menghilang di bawah Laut Jawa setelah tenggelamnya sebagian besar Sundaland pada akhir Zaman Es ketiga [11.000 hingga 10.000 SM]; sehingga hanya sedikit yang bertahan hingga saat ini [Hall dan Morley 2004], salah satunya adalah sungai purba di Geosite Tebat Rasau.
“Keberadaan ikan buntal air tawar di Tebat Rasau [Belitung], yang lebih mirip dengan spesies di Kalimantan Timur [P. hilgendorfii] juga menjadi salah satu bukti biologis yang mendukung Tebat Rasau sebagai sungai purba,” tulis Keim et al.
Selama Pleistosen setidaknya ada dua sistem sungai besar di Sundaland, dan sungai purba Tebat Rasau termasuk dalam sistem sungai timur yang mencakup sebagian besar sungai dan anak-anak sungainya di Kalimantan saat ini.
Sementara sistem sungai bagian barat meliputi sungai-sungai di Sumatera sampai daratan Asia Tenggara, termasuk Sungai Mekong dan anak-anak sungainya, namun tidak termasuk sungai-sungai di Kalimantan.
BACA JUGA:Fenomena Suara Misterius di Bumi Sumenep, Dahulu Abad Ke- 5 Masehi Disebut 'Kemarahan Tuhan'
“Hal ini tampaknya juga menjadi alasan tidak adanya spesies P. leiurus dan P. palembangensis di Kalimantan, padahal dua spesies ini dianggap tersebar luas di Asia Tenggara. Akibatnya, ini membantah kemungkinan adanya satu dari dua spesies ini di Belitung, padahal Pulau Belitung relatif dekat dengan daratan Sumatera,” lanjutnya.
Mengutip IUCN Red List, spesies ikan buntal air tawar tidak beracun; Pao hilgendorfii dan Pao bergii, berstatus Kurang Data [Data Deficiente/DD]. Hal ini berdampak tidak diketahuinya ukuran dan tren populasinya, serta butuh informasi lebih banyak mengenai distribusi spesies, preferensi habitat, pemanfaatan, tingkat keparahan ancaman dan Tindakan konservasi.
“Tanpa data ini, tidak dapat ditentukan apakah memenuhi atau mendekati ambang batas untuk salah satu kriteria Daftar Merah. Oleh karena itu, spesies ini dinilai Kurang Data, membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi risiko kepunahannya,” dikutip dari IUCN Red List, Senin [14/8). (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: