Berita Penculikan Anak Marak, Ternyata Tujuannya Mengerikan

Berita Penculikan Anak Marak, Ternyata Tujuannya Mengerikan

Berita penculikan anak membuat heboh masyarakat. -Polda Jabar-radarmajalengka.com

BANDUNG, RADARMAJALENGKA.COM - Dalam beberapa hari terakhir ini berseliweran informasi tentang penculikan anak.

Bukan hanya dunia nyata, tapi paling ramai justru di media sosial. Seolah berita tersebut saling bertautan dan berantai. Entah dari medsos atau dari pergunjingan di tengah masyarakat yang menjadi sumber berita itu.

Bak terlur atau ayam mana yang lebih duluan, tapi berita itu semakin santer.  Tapi biasanya ramai dari masyarakat dulu kemudian viral di media sosial. Yang jelas berita penculikan anak semakin marak di mana-mana. Termasuk yang terjadi di Jawa Barat.

Persoalannya bukan maraknya berita tersebut. Tetapi heboh selama sepekan di Jabar yang kemudian viral di media sosial tersebut, ternyata tanpa didukung fakta. Ternyata itu informasi bohong.

BACA JUGA:SIAP-SIAP KECEWA, Penampakan Terbaru Tol Cisumdawu Seksi 5 Sukamulya, Masih Tanah

Indikasi kalau berita itu tanpa didukung fakta, karena hingga sekarang pihak kepolisian belum menerima laporan kejadian yang meneror itu. Berita itu ternyata hanya ramai di masyarakat dan viral di media sosial saja.

Apa yang menyebabkan informasi tanpa didukung data itu menyebar? Diduga berita di media sosial itu disebarkan hanya untuk membuat keresahan.

Selain itu juga untuk menimbulkan rasa takut di tengah masyarakat. Sesuatu yang bisa meresahkan dan membuat rasa takut di tengah masyarakat itu sering disebut juga dengan istilah posesif.

Biasanya berita bohong lazim ini diciptakan untuk menimbulkan sindrom. Diskenario seakan kejadian itu yang sebenarnya.  Padahal kejadian itu bohong. Fenomena lazim dilakukan  untuk mempersepsikan kalau "dunia lebih kejam" dari apa sebenarnya terjadi. 

BACA JUGA:100 TAHUN MENEROPONG LANGIT, Sejarah Obvservatorium Bosscha, Dulu Paling Modern di Asia Tenggara

Bagaimana pandangan ahli tentang kondisi seperti itu? Adalah Profesor George Gerbner (1919-2005) yang mendalami masalah itu. Pada tahun 1960-an, dia yang memperkenalkan sindrom dunia (mean world syndrome) ini.

Guru Besar pada Temple University, Villanova University, dan University of Pennsylvania ini meyakini hipotesis kalau sindrom dunia (mean world syndrome) benar adanya.

Sindrom ini ditandai seperti rasa ketakutan dan terancam. Selain itu juga pesimisme dan kecemasan yang berlebihan. Penyebabnya karena adanya efek buruk konten kekerasan di media massa.

Menurutnya, media selain mempengaruhi opini, sikap dan keyakinan manusia, juga berpeluang menjadi ancaman dan rasa ketakutan. Bahkan pesimisme dan kecemasan yang berlebihan. Kondisi seperti itu sering diistilahkan Kultivasi Posesif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: