
Di tahun itu masyarakat Dukuh Asem masih menganut animisme dan dinamisme. Juga masih terikat dengan kepercayaan para karuhun dukuh itu.
Pangeran Jaya Wisaya sebenarnya bukan asli Cirebon. Dia ini keturunan Keraton Mataram. Namun masih bersaudara dengan Pangeran Dalem Panungtun yang makamnya di Giri Lawungan Majalengka (Sindangkasih).
Sementara istrinya, juga bukan orang Cirebon. Nyi Anta Sari Manik aslinya kelahiran Brebes Jawa Tengah.
Ternyata keduanya bukan orang sembarangan. Sebagai penyebar agama islam yang senantiasa mengembara dan diutus untuk mengislamkan warga Dukuh Asem.
Konon, bukan hanya bekal ilmu agama, sepasang suami-istri itu membekali diri dengan berbagai ilmu kedigjayaan. Hal itu untuk berjaga-jaga dari berbagai kemungkinan dan bahaya.
BACA JUGA:Mirip Sangiran, Jejak Hewan Seberat 9 Ton Pertanda Ada Manusia Purba di Majalengka?
Diriwayatkan keduanya memiliki “senjata” berupa Aji Miraga Pitu. Bahkan sang istri memiliki gegaman bernama Cupu Manik.
Pangeran Jaya Wisaya bersama istrinya merasa betah tinggal di Dukuh Asem. Selanjutnya mereka perlu membentuk organisast pemerintahan di Dukuh Asem itu.
Mengingat penduduk semakin bertambah. Tentu memerlukan pengurusan yang tertib. Tujuannya demi kepentingan dan kesejahteraan hidup bersama.
BACA JUGA:Taman Dinosaurus, Seolah Ingatkan Masa Lalu Majalengka, Ada Dugaan Dulu Pernah Dihuni Binatang Besar
Atas restu dari Sunan Gunung Jati, maka dibentuklah sebuah Kademangan Dukuh Asem. Kemudian nama itu dirubah dengan nama Baribis.
Pada saat itu jumlah penduduk Dukuh Asem telah mencapai 224 orang seluruhnya, termasuk anak-anak dan bayi.
Adapun orang yang pertama memimpin Dssa Baribis adalah Pangeran Jaya Wisaya. Berkat kepemimpinannya rakyat merasa tentram dan sejahtera. Sementara islam telah menjadi agama mereka.
Ini pun berkat akhlak luhur suami istri itu. Sehingga misi suci mereka, menyebarkan kebenaran, tauhid, tidak mendapat perlawanan. Mereka justru menyambut dan memeluk agama Islam.