Tanah Grobogan dari Raffes untuk Pakualam, Pangeran Notokusumo Pernah Dipenjara Bawah Tanah di Cirebon

Tanah Grobogan dari Raffes untuk Pakualam, Pangeran Notokusumo Pernah Dipenjara Bawah Tanah di Cirebon

Pura Pakualaman (Panitia Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun. 1956. "Peringatan 200 tahun kota Jogjakarta 1756-1956)--

RADARMAJALENGKA.COM-Pakualaman tidak dapat dipisahkan dari perjalanan hidup dan perjuangan Pangeran Notokusumo, sebagai peletak dasar kokohnya wangsa Pakualaman.

Sebagai salah satu kerajaan dari catur sagatra yang merupakan pewaris kejayaan kerajaan Mataram Islam, Kadipaten Pakualaman memiliki sejarahnya tersendiri. 

Pakualaman, yang didasari pada bentuk sikap penghargaan dan penghormatan Gubernur Jenderal Stamford Raffles pada masa kekuasaan Inggris di Jawa.

Pada 27 Februari 1811 pagi, ada upacara penurunan bendera Belanda digantikan dengan bendera Prancis di Keraton Yogyakarta. Pangeran Notokusumo dan anaknya, Notodiningrat tak hadir di upacara itu.

Upacara penaikan bendera Prancis ini dilakukan setelah datang surat pengumuman mengenai aneksasi Prancis terhadap Belanda.

Dikutip dari rujukan Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro karya Peter Carey. Saat itu, Notokusumo dan Notodiningrat sedang mendekam di penjara bawah tanah di Cirebon.

Daendels pernah berpikiran akan melenyapkan keduanya, sebelum dimanfaatkan oleh Raflles. Seharusnya mereka sudah dieksekusi mati pada masa gubernur jenderal sebelum Daendels.

Tapi Residen Cirebon menyatakan eksekusi akan dilakukan pada masa gubernur jenderal baru, JW Jansens yang akan menjabat pada Mei 1811.

Tapi Jansens tak lama menjabat, karena Inggris menaklukkan Batavia, dan kemudian Jawa.

Notokusumo adalah adik kandung Sri Sultan Hamengkubuwono II.

Pemenjaraan dirinya membuat ia dendam kepada Putra Mahkota --ayah Diponegoro yang kemudian diangkat Raffles sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono III.

Notokusumo membantu Inggris merancang penyerbuan Keraton Yogyakarta. Notokusumo pula yang membantu penjarahan besar-besaran selama empat hari di Keraton Yogyakarta.

Barang-barang diangkut tiada henti dengan pedati dan kuli panggul menuju ke rumah Residen Yogyakarta, John Crawfurd.

Ada wayang, gamelab, arsip –termasuk akta tanah dan naskah-naskah berbahasa Jawa. Alquran yang bukan bagian dari budaya Buddha-Hindu tidak ikut dijarah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: