Tidak Tertulis di Prasasti Batu Tulis, Kenapa Hanya Orang Sunda dan Cirebon Sebut Siliwangi Raja Pajajaran?

Tidak Tertulis di Prasasti Batu Tulis, Kenapa Hanya Orang Sunda dan Cirebon Sebut Siliwangi Raja Pajajaran?

Batu Tulis Bogor. (Foto: koleksi digitalcollections.universiteitleiden.nl)--

RADARMAJALENGKA.COM-Situs Prasasti Batu Tulis terletak di desa Batu Tulis, Sukasari Bogor. Situs ini merupakan peninggalan Kerajaan Pajajaran.

Prasasti dibuat pada tahun 1533M (1455 Saka) oleh Raja Surawisesa (1521-1535M) yang merupakan penerus Kerajaan Padjajaran, dua belas tahun setelah ayahnya wafat.

Dalam prasasti Batutulis, Prabu Surawisesa tidak menuliskan nama Siliwangi untuk ayahnya. Prasasti Batu Tulis dibuat atas penghargaan untuk Sri Baduga Maharaja. Isi Prasati Batu Tulis menggambarkan kekaguman seorang anak kepada ayahnya.

Dalam prasasti itu, jelas disebutkan bahwa Sri Baduga Maharaja, ayah dari Prabu Surawisesa, meninggal pada 1521. Jenazahnya kemudian diperabukan.

Berikut adalah isi dari Prasasti Batu Tulis

Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun, diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata pun ya nu nyusuk na pakwan diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi.

Berikut adalah terjemahan Prasasti Batu Tulis

Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum, dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan. Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang. Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) Saka “Panca Pandawa Mengemban Bumi”.

Lokasi yang dimaksud Hutan Samida, diyakini saat ini menjadi Kebun Raya Bogor.

Sedangkan Sangkala, dalam prasasti berarti angka 5541. Atau bila dibalik menjadi 1455 Saka (1533 Masehi).

Fakta ini memicu rasa penasaran para sejarawan yang bertemu di Keraton Kasepuhan Cirebon tahun 1677 Masehi. Sebagaimana diketahui, di keraton itu pernah diadakan gotrasawala sejarah, yang hasilnya kemudian dikenal sebagai naskah Wangsakerta.

Karena menjadi pembicaraan luas pada gotrasawala itu, secara khusus Sultan Sepuh I menugaskan adiknya, Pangeran Wangsakerta, yang menjadi ketua panitia pertemuan, untuk meneliti lebih jauh mengenai tokoh tersebut. Terlepas dari sifat "kontroversi"-nya, naskah Wangsakerta memberikan gambaran cukup jelas mengenai tokoh Siliwangi.

Pangeran Wangsakerta mencatat, pertama, dalam Nusantara Parwa II Sarga 2 (1678 M), "Sesungguhnya tidak ada raja Sunda yang bernama Siliwangi, hanya penduduk Tanah Sunda yang menyebut Prabu Siliwangi." 

Kedua, dalam Kretabhumi I/4 (1695: 47), "Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua penduduk Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi Raja Pajajaran. Jadi itu bukan pribadinya. Jadi, siapa namanya Raja Pajajaran ini?" 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: