Kamp Jepang di Indonesia, Tahanan Wanita: Ditusuk Tongkat Merah Membara Dibungkus Batok Kelapa yang Dibakar

Kamp Jepang di Indonesia, Tahanan Wanita: Ditusuk Tongkat Merah Membara Dibungkus Batok Kelapa yang Dibakar

Warga Belanda dalam tahanan Jepang (Foto: Spaarnestad dan Het Nationaal Archief)--

RADARMAJALENGKA.COM-Pendudukan Jepang di Indonesia pada Maret 1942 hingga Agustus 1945 disebut menjadi berakhirnya penjajahan kolnial Belanda.

Meskipun Angkatan Perang Belanda NICA (Koninklijk Nederlands Indisch Lager) beberapa bulan setelah proklamasi datang ke Indonesia membonceng pasukan Sekutu, tetapi harus menghadapi perlawanan fisik dari bangsa Indonesia pada agresi militer yang berujung kepada kekalahan.

Belanda selama puluhan tahun tidak mengakui Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Karena itu, ketika kembali datang, Belanda percaya diri bisa menguasai Indonesia.

Bahkan 1948 Belanda membangun kota satelit, yaitu Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang saat itu adalah sebuah kampung luar kota yang dihuni warga Betawi.

Kini Kebayoran Baru telah padat penduduk dan berkembang sangat luar biasa dengan pusat pertokoan, mal, klab malam, dan berbagai ruang publik lainnya.

Kembali ke masa pendudukan Jepang. Warga Belanda yang selama ratusan tahun mempunyai status sebagai warganegara kelas satu, benar-benar dalam keadaan menderita.

Warga Belanda yang jumlahnya kala itu cukup besar ini ditawan balatentara Dai Nippon. Kemudian bersama-sama tentara Inggris dan Australia disekap di kamp-kamp tahan militer dan sipil.

Di antara warga Eropa hanya orang Jerman yang mendapat pengecualian karena bersama dengan Italia merupakan sekutu Jepang.

Menurut catatan, lebih 100 ribu tawanan perang warga Eropa di internir (ditawan) Jepang. Mereka ditempatkan di berbagai kamp di seluruh Indonesia. Banyak cerita mengerikan dan memilukan tentang nasib tawanan di kamp interniran.

Dengan semboyan Untuk Kemakmuran Asia, Jepang bermaksud untuk menghilangkan semua pengaruh Barat. Semua orang yang bukan Asia nasibnya akan berakhir dalam kamp-kamp tawanan perang dan sipil.

Ada yang menarik di kamp tawanan ini. Laki-laki dan perempuan dipisahkan guna mencegah terjadinya hubungan seksual. ”Akibatnya terjadi hubungan homoseksual dan lesbian di kamp-kamp,” tulis Joost Cote dalam Recalling the Indies.

Bahkan hubungan seksual antara penjaga kamp Jepang dan tahanan perempuan pun terjadi. Seorang tahanan wanita menulis, ”Saya tidak akan lupa apa yang mereka lakukan pada bapak saya. Kempetei (polisi militer Jepang) menahan dia bersama kakak saya. Kakak saya harus duduk di depan bapak dan harus menyaksikan bapak ditusuk dengan tongkat merah membara yang dibungkus batok kelapa yang dibakar. Kemudian dicap di muka bapak dalam waktu yang lama.”

Masih banyak lagi kisah-kisah menyedihkan dalam kamp-kamp tahanan perang dan sipil Jepang. Di Jakarta terdapat belasan tempat yang oleh Jepang dijadikan sebagai kamp tawanan perang dan sipil.

Seperti tempat penampungan kuli-kuli kontrak di Sluiweg (kini Matraman) yang berisi tak kurang dari tiga ribu tawanan laki-laki Belanda dari berbagai tempat di Batavia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: