Penistaan Agama, Sebelum Panji Gumilang Dulu Ada Djojodikoro-Djawi Hiswara

Minggu 06-08-2023,22:24 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan
Penistaan Agama, Sebelum Panji Gumilang Dulu Ada Djojodikoro-Djawi Hiswara

RADARMAJALENGKA.COM-Dalam kasus penistaan agama di media bukan hal yang baru terjadi .

Pada  masa Hindia Belanda pernah terjadi penistaan agama di media, pada saat itu terjadi di media  cetak berbeda dengan yang terjadi akhir-akhir ini terjadi di media sosial.

Penistaan agama di  masa Kolonial Belanda terjadi tahun 1918 di Kota Surakarta yaitu artikel berjudul  “Pertjakapan antara Marto dan Djojo” menimbulkan reaksi keras dari umat Islam .

BACA JUGA:Benarkah Kepemimpinan di Indonesia Erat dengan Kekuatan Mistis?

Pergerakan aksi protes dipimpin oleh Tjokroaminoto dengan mendirikan Tentara  Kanjeng Nabi Mohammad (TKNM). Pada saat itu kondisi media terbatas pada media cetak  berupa surat kabar atau pamflet.

Artikel “Pertjakapan antara Marto dan Djojo” dicetak di surat kabar Djawi Hiswara edisi  11 Januari 1918 Nomor 5 pimpinan Martodarsono. Artikel ini ditulis oleh Djojodikoro  mengandung penistaan agama yaitu “Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem A.V.H. gin,  minoem opium, dan kadang soeka mengisep opium”

Pengaruh Tjokroaminoto sebagai pemimpin TKNM meluas sampai seluruh Jawa dan  Sumatera dengan didirikan sub komite TNKM di wilayah Jawa dan Sumatera. Puncaknya  terjadi pada 24 Februari 1918 terjadi aksi serentak di seluruh Jawa dan sebagian Sumatera  dengan jumlah peserta aksi sekitar 150.000 orang.

BACA JUGA:Jakarta Dilanda Krisis, Bendera Pertama Dijahit dengan Mesin Singer Digerakkan Tangan Saat Ibu Fat Hamil

Penistaan agama di era kololonial Belanda yang dimuat di surat kabar Djawi Hiswara  yang dicetak di Surakarta kemudian menyebar ke Surabaya dan akhirnya menjadi isu  nasional.

Sikap intoleransi yang dilakukan oleh Martthodarsono sebagai pemimpin redaksi  Djawi Hiswara dan Djojodikiro sebagai penulis, tidak dibalas oleh umat Islam dengan sikap  intoleransi juga.

Pendirian TKNM oleh Tjokroaminoto tujuannya bukan untuk menyerang  secara fisik pelaku penistaan agama.

Seperti yang dilakukan oleh Abikoesno  Tjokrosoeroso di Surabaya, ia menulis dalam surat kabar Oetoesan Hindia yang berisi  seruan untuk membela Islam dan tuntutan kepada Sunan dan Pemerintah Hindia Belanda  agar menghukum Martodarsono dan Djojodikiro.

BACA JUGA:Syifa Keluar Pesantren Jadi Korban Ilmu Raga Sukma, Kang Ujang Bustomi Lawan Eyang Jenglot

Hal serupa juga dilakukan oleh Sjarief  di Surakarta dalam surat kabar Islam Bergerak 20 Maret 1918 berisi protes terhadap  Djojodikoro dan Martodarsono.

Selain itu Dahlan dan Kartopringo mengirimkan surat  terbuka kepada Gubernur Jenderal yang berisi tuntutan agar pelaku penistaan agama  dihukum.  (*)

Kategori :