Ada Jejak Binatang, 4 Jari dan Telapak di Candi yang Dibangun Abad ke-7, Kenapa Ada di Sana?

Ada Jejak Binatang, 4 Jari dan Telapak di Candi yang Dibangun Abad ke-7, Kenapa Ada di Sana?

Jejak kaki anjing pada bata candi Bojongmenje (Dok. Nanang Saptono, 2004), Sumber: arkeologisunda.blogspot.co.id--

RADARMAJALENGKA.COM-Candi ini dibangun dari batu andesit dan diperkirakan berdenah dasar bujur sangkar dengan sisi sepanjang 6 meter. Darwin Alijasa Siregar dari Pusat Survei Geologi dalam Radiokarbon Bagi Penentuan Umur Candi Bojongmenje di Rancaekek, Jawa Barat (Jurnal Berkala Arkeologi Sangkhakala Vol. 14 No. 27 Tahun 2011) memperkirakan umur Candi Bojongmenje berkisar antara abad kelima sampai abad ketujuh.

Sementara dalam catatan perpusnas.go.id, Candi Bojongmenje diperkirakan dibangun pada abad ke-7 dan ke-8. Hal ini berdasarkan pada reruntuhan candi yang sangat sederhana dan dindingnya hanya terdiri dari satu lapis tanpa hiasan relief. Berdasarkan perkiraan usia tersebut, Candi Bojongmenje setara dengan usia Candi Dieng di Jawa Tengah, dan lebih tua jika dibandingkan candi-candi yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara umum.

Nanang Saptono dari Balai Arkeologi Jawa Barat dalam Peranan Anjing Pada Masyarakat yang Bermukim di Sekitar Candi Bojongmenje Abad VIII-IX menjelaskan bahwa struktur kaki candi sisi barat tersisa lima hingga tujuh lapis batu. Bagian sudut barat daya dalam kondisi melesak. Struktur sisi utara belum tampak karena berada di bawah pondasi pagar pabrik, dan struktur sisi timur ditemukan dalam keadaan tidak lengkap. Serta keadaan struktur sisi selatan relatif utuh.

“Akibat aktivitas penduduk membuat lubang galian kuburan, beberapa batu dalam keadaan terpotong,” tambahnya.

Nanang menambahkan bahwa berdasarkan sejumlah temuan arkeologis, Candi Bojongmenje merupakan bangunan lengkap yang terdiri dari kaki, tubuh, dan atap.

Selain temuan berupa batu komponen bangunan, di sana juga ditemukan sejumlah artefak yaitu fragmen tembikar dan alat serpih obsidian. Benda-benda itu menunjukkan bahwa sebelum masyarakat masa klasik bermukim di Bojongmenje, telah ada masyarakat prasejarah yang bermukim di lokasi tersebut.

Selain artefak dari masa prasejarah, di lokasi itu juga ditemukan fragmen arca nandi (lembu) bagian kepala yang tidak utuh. Temuan ini menunjukkan bahwa Candi Bojongmenje bersifat Hindu.

Selain temuan-temuan tersebut, pada salah satu bata yang ditemukan di reruntuhan candi terdapat juga jejak kaki binatang.

“Tera jejak binatang terdiri dua, masing-masing memperlihatkan empat jari dan telapak. Berdasarkan perbandingan dapat diasumsikan bahwa jejak tersebut merupakan jejak anjing,” tambahnya.

Hari Setyawan dalam Penggambaran Arsitektur Berkontruksi Kayu Abad ke-9 – 10 Masehi Pada Relief Karmawibhangga Candi Borobudur (Jurnal Naditira Widya Vol. 5 No. 1 Tahun 2011) yang diterbitkan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin menerangkan bahwa salah satu fungsi anjing dalam keseharian masa itu—bersama manusia, adalah sebagai penjaga lumbung padi.

“Sementara itu, tepat di depan lumbung padi tersebut dijumpai seekor anjing yang sedang mendekam. Anjing yang berada di depan bangunan berkonstruksi kayu yang diinterpretasikan sebagai lumbung padi tersebut diasumsikan merupakan anjing penjaga,” tulisnya.

Sementara itu, Rudy Badil dan Nurhadi Rangkuti dalam Rahasia di Kaki Borobudur (1992), seperti dikutip Nanang Saptono, menjelaskan bahwa keberadaan anjing adalah sebagai musuh sekaligus kawan bagi manusia.

Pada beberapa relief Candi Borobudur terdapat panil yang menggambarkan peran anjing dalam kehidupan manusia. Anjing sebagai musuh manusia (jahat) terdapat pada panil yang menggambarkan laki-laki yang digigit anjing karena melakukan kejahatan terhadap sesama atau karena sering menganiaya istri.

“Pada panil lain ada yang menggambarkan suami yang main serong mendapat balasan dikejar anjing,” tulisnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: