Sukses Mandiri Pangan, KWT Bongas Wetan Tetap Bertahan di Tengah Pandemi
Pandemi covid-19 memporakporandakan berbagai sektor. Meski begitu, ibu-ibu yang berada di dalam Kelompok Wanita Tani Bongas Wetan Indah, Kecamatan Sumberjaya tetap mencoba bertahan dan berkreasi. Di bawah pendampingan PT Pertamina, KWT Bongas Wetan Indah berhasil membuat tanah seluas 560 meter persegi menjadi lahan produktif. Bergulir sejak tahun 2018 lalu, KWT Bongas Wetan yang merupakan binaan PT Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field dan Care LPPM IPB tetap mampu menghasilkan produk di tengah pandemi. KWT Bongas Wetan terus bekerja keras melakukan budidaya hortikultura. Hasil panennya dapat dikonsumsi oleh kelompok dan juga dijual ke masyarakat sekitar. Bukan hanya itu, pembinaan secara rutin yang dilakukan oleh pihak IPB juga membuahkan hasil di sisi sosial. Pasalnya ibu-ibu yang biasa hanya ngerumpi, kini ngerumpi sambil menanam. Lebih produktif. “Selama ini memang masih mengandalkan waktu sefleksibel mungkin, tapi hasilnya terasa, saat ini ibu-ibu PKK mampu mandiri pangan karena mengambil dari hasil perkebunan sendiri,” ujar Community Development Officer LPPM IPB, Isyfi Syaufi Nafilah. Disebutkan, kondisi ini tentu menjadi sebuah solusi di tengah pandemi seperti saat ini. Ketika ekonomi cukup terguncang karena virus corona, ibu-ibu KWT tetap bisa mandiri pangan karena memiliki lahan yang produktif. “Tentu bisa mengurangi pengeluaran belanja di pasar. Karena KWT Bongas Wetan ini dikatakan sudah mampu mandiri pangan,” jelas Isyfi. Bukan sekedar iseng membuat masyarakat produktif, KWT ditargetkan untuk bisa menjadi kelompok usaha bersama. Yang artinya, lahan produktif ini bukan sekedar ditanam, namun juga fokus untuk dilakukan pemasaran secara luas. “Kita sudah lakukan inovasi untuk pemasaran lebih jauh. Sudah kita buat Dodol dari Labu Madu,” kata ketua KWT Bongas Wetan Indah, Wiwi Kustiwi. Perempuan yang juga Ketua PKK desa Bongas Wetan ini menyatakan pemasaran hasil panen holtikultura masih dilakukan di sekitar wilayah terdekat. Beberapa terobosan hasil tanam di antaranya sayuran hidroponik, kangkung, slada, bayam, cabai, hingga labu madu sekalipun juga ada di lahan itu. Bahkan jika tidak terkendala pandemi Covid-19, produk-produk hasil pertanian itu sudah dilaunching. “Bidan, perawat di RSUD Cideres sering membeli hasil pertanian dari KWT ini. Bibitnya juga sudah diminta oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka. Sayang sekarang lagi corona, jadi kita lebih memfokuskan untuk pemasaran, baru tahun depan kita kerjasama dengan instansi,” ungkap Wiwi. Ada tujuh jenis tanaman holtikultura yang dikembangkan. Mulai dari produksi waluh (labu) madu, kangkung, bayam, terong, dan lainnya. Awalnya, hanya empat jenis tanaman, namun seiiring berjalannya waktu, jenis tanaman itu bertambah. “Kalau kangkung dan bayam 40 hari bisa panen. Oyong dan terong cukup 60 harian. Sementara labu madu 3 bulan untuk bisa dipanen dan menghasilkan olahan makanan dodol,” kata Wiwi. Disebutkannya pengembangan KWT tidak bisa terjadi tanpa pendampingan yang dilakukan IPB dan CSR Pertamina. Anggaran Rp40 juta yang digelontorkan PT Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field untuk pembuatan demplot Agribisnis Hortikultura dan juga kegiatan edukasi membuat KWT menjadi lebih berkembang. Dalam satu tahun, bisa dilakukan tiga kali tanam dan setiap periodenya mampu menghasilkan nilai ekonomi Rp2 juta sampai Rp3 juta. “Jika dihitung, satu tahun bisa mencapai Rp9 jutaan dari penjualan hasil panen,” ungkap Wiwi. Anggaran itu, lanjut dia, diolah kembali untuk pembelanjaan bibit. “Dari hasil panen, kami juga mampu mengurangi pembelian sayuran ke pasar. Jadi kita lebih irit Rp300 ribu setiap bulan,” sambungnya. Sementara di Jl Binaraga RT 01 RW 02 Blok Ahad Desa Bongas Wetan, terdapat satu tempat pengolahan pertanian holtikultura lagi. Bedanya lahan tersebut merupakan milik PT Pertamina yang diolah oleh warga. Lahan Pertamina eks gudang ini mampu disulap anak-anak muda yang dinamai Pemuda Pecinta Pertanian dan Lingkungan Generasi Milenial Bongas Wetan (PEP Pepeling Gembos). Selain dari sisi ekonomi, keberadaan Pepeling Gembos juga mampu memberikan dampak sosial. Eks gudang atau aset Pertamina ini mampu disulap anak muda menjadi lahan produktif yang menjanjikan. Usianya memang masih bau kencur atau baru 9 bulan berdiri. Namun kucuran CSR sebesar Rp40 juta itu dihasilkan pemuda dengan menanam 20 jenis tanaman hidroponik, hingga budidaya ikan lele. “Awalnya benar-benar tanah tidur. Kita bentuk kelompok 10 orang. Sekarang Alhamdulillah bertambah satu. Dari 9 bulanan itu sekarang sudah ada kas kelompok Rp900 ribu. Memang tidak gede sih. Tapi kan kita putarkan uang ini untuk menambahkan jenis tanaman lain,” kata Sujono. CSR sebesar itu tidak akan berjalan optimal jika tidak ditangani oleh pemuda yang giat. Biaya produksi mulai dari pembelian bibit, listrik, nutrisi untuk tanaman cukup tinggi. Apalagi mereka tengah mencoba budidaya ikan lele seberat 30 kilogram. Beberapa hari kedepan hasilnya akan panen. Guna mengirit biaya produksi, para pemuda mulai berinovasi membuat pestisida dari hasil makanan yang sudah dibuang. Cara ini dinilai aman untuk semua jenis sayuran. “Sementara kalau nutrisi tentu harus beli. Apalagi ini tanaman hidroponik yang membutuhkan nutrisi untuk air,” kata dia. Pepeling memiliki media tanaman air yang membutuhkan banyak nutrisi tanaman cukup banyak. Masalah hama dan suhu udara menjadi faktor tanaman kurang tumbuh maksimal. Suhu udara terlalu panas. Belum lagi biaya produksi untuk instalasi yang mencukupi 40 kilogram semua jenis tanaman. Harga hasil pertanian itu juga cukup beda dari tanaman yang memakai pestisida. Akan tetapi jika diteliti secara kesehatan bahwa tanaman hidroponik memiliki tingkat kesehatan lebih baik. “Kalau tanaman biasa di jual ke pasar itu biasa memakai pestisida, kita kan tidak memakainya. Jadi kalau orang paham kesehatan, pasti larinya ke sini (hidroponik, red),” jelasnya. Diharapkan hasil produksi ini didistribusikan untuk konsumsi masyarakat sekitar. PT Pertamina juga diharapkan menyediakan ruang untuk pangsa pasar lebih luas bagi hasil produksi tanaman holtikultura. (ONO CAHYONO)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: