Warga Kesulitan Dapat Gas Melon, Sudah Empat Hari, PKL Terpaksa Tutup Lapak

Warga Kesulitan Dapat Gas Melon, Sudah Empat Hari, PKL Terpaksa Tutup Lapak

MAJALENGKA - Masyarakat Majalengka sejak beberapa hari terakhir ini kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kilogram. Seperti di wilayah Kelurahan Cijati, Kecamatan Majalengka. Warga setempat, Dadang mengaku kelangkaan gas sudah terjadi empat hari terakhir ini. Untuk mendapatkan kebutuhan primer tersebut, dia harus menunggu waktu sepekan karena teknis pendistribusian dari pangkalan menggunakan foto kopi e-KTP. \"Kalau masalah harga sih sesuai HET jika beli di pangkalan. Sudah empat hari sekarang ini masyarakat di wilayah kami kesulitan mendapatkan gas melon. Kami juga tidak tahu kenapa gas ini langka,” tuturnya, Jumat (17/1). Dadang menuturkan untuk mendapatkan gas melon itu, dia beserta keluarganya harus menyertakan foto kopi E-KTP atau sebagai pendaftaran kepada pangkalan. Sehingga tidak langsung mendapatkan gas karena waktu pengambilannya sudah ditentukan satu pekan sekali. \"Memang sih lancar itu kalau daftar dulu. Bagi yang enggak daftar tidak ada jatah. Karena itu sudah di jatah oleh setiap pangkalan berdasarkan daftar melalui identitas. Karena toko atau pangkalan itu sudah ditetapkan stoknya oleh agen,\" katanya. Bagi yang tidak terdaftar terpaksa mencari ke pangkalan lain dengan harga melebihi HET atau di angka Rp23 sampai Rp25 ribu per tabung. \"Tapi kalau sudah terdaftar itu harganya sesuai HET. Dan itu untuk satu tabung. Saya dapat dua karena mendaftar bersama istri saya,\" tukasnya. Sementara itu, warga lainnya, Beben membenarkan jika kelangkaan gas kembali terjadi di wilayah Majalengka kota. Dia yang berprofesi sebagai PKL ini mengaku tidak berjualan sejak dua hari lalu karena tidak bisa mendapatkan gas elpiji. \"Kalaupun berjualan karena mencari ke luar pangkalan dengan harga cukup tinggi atau Rp23 ribu per tabung. Daripada saya enggak jualan, saya beli meski harga tinggi,\" imbuhnya. Terpisah, Ketua Panglima Majalengka Ujang Dirmana menambahkan gas melon itu adalah kebutuhan primer para pedagang. Artinya mereka terpaksa membeli elpiji dengan harga tinggi agar bisa tetap berjualan. \"Jadi yang penting ada. Kalaupun kesulitan mendapatkan gas, kami tidak tahu langkanya kenapa. Kenapa bisa sulit dicari. Kami tidak bisa berbuat banyak. Apakah kami harus ke dinas perdagangan untuk menanyakan persoalan ini?\" terangnya. Karena kenyataannya ada oknum PNS juga yang masih menggunakan gas bersubsidi tersebut. Ada pula oknum tengkulak yang memainkan harga sehingga mengakibatkan d a tas HET. \"Kami sampai mengetahui informasi ada harga melebihi HET sampai Rp35 ribu. Pihak berwenang harus turun langsung untuk sidak,\" pintanya. (ono)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: