Peta Ini Perlihatkan Cirebon di Bawah Pengaruh Belanda, Bagaimana Majalengka?
--
Peta ini juga menunjukkan bahwa pada saat itu ada wilayah di antara Sumedang dan Bandung yang berdaulat yaitu Parakanmuncang (Prackanmoetjang).
Temuan ini adalah fakta sejarah yang belakangan terlupakan orang. Terdapat nama Cilindung (Tjilindong) dan Cihanjuang (Tjihodjoa) di sekitar Parakanmuncang ini.
Bagaimana dengan Majalengka?
Karena pada saat peta ini disusun, akhir abad ke-17 atau awal abad ke-18, Majalengka belum berdiri, tentu belum ada nama Majalengka. Wilayah yang sekarang merupakan Majalengka digambarkan sebagai pegunungan di sekitar Gunung Ciremai (Sirmeij) dengan dibatasi sebuah sungai (Cilutung).
Nama-nama yang dikenal Belanda saat itu merupakan desa-desa yang berada di tepian Sungai Cimanuk dan masih merupakan jalur utama transportasi perdagangan dari pegunungan di Majalengka, Sumedang menuju arah Laut Selatan di Indramayu.
Nama Jatiraga dan Karangsambung (Koransambang), yang saat ini menjadi bagian dari Kadipaten; Balida (Balijda) yang sekarang bagian dari Dawuan; Panongan (Panongangh) di Jatitujuh; serta Bantarjati (Bantarijatij) di Kertajati.
Arsip peta yang kini tersimpan di Belanda dengan perjalanan sejarahnya membuktikan bahwa ketika infrastruktur lalu lintas darat menggantikan jalur sungai, wilayah-wilayah lain yang muncul belakangan dan kendaraan darat, seperti Kadipaten atau Jatiwangi, menjadi lebih berkembang. Nama-nama desa-desa yang tercantum dalam arsip peta tersebut akan ditinggalkan.
Pola yang sama, jalan tol Cipali dan Cisumdawu, mengurangi volume lalu lintas di jalan lama Bandung-Sumedang-Kadipaten-Jatiwangi-Cirebon, boleh jadi membuat arah pertumbuhan wilayah baru.
Kota-kota di jalur jalan lama ini kemungkinan akan semakin berkurang peranannya. Ini ditambah dengan munculnya bandara internasional Kertajati yang dipastikan akan menggeser pusat keramaian dan pertumbuhan wilayah disekitarnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: