Disesuaikan Dengan Kondisi Saat ini, Perampingan BUMN Sangat Mungkin Terjadi

Disesuaikan Dengan Kondisi Saat ini, Perampingan BUMN Sangat Mungkin Terjadi

JAKARTA – Merger BUMN akan terus dilakukan pemerintah. Hal ini lantaran BUMN harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini dari masing-masing industrinya. Saat ini jumlah BUMN sebanyak 41 dari sebelumnya 108.

“Apakah BUMN akan dirampingkan lagi? Yes, hal itu sangat dimungkinkan. Tergantung dari situasi industrinya,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Minggu (24/10) .

Perampingan BUMN ini merupakan salah satu langkah strategis dalam proses transformasi yang sedang berlangsung sejak dua tahun terakhir.

Dalam transformasi itu, Erick memangkas jumlah klaster menjadi 12 klaster. Sebelumnya ada 27 klaster. Menurutnya, BUMN harus bertransformasi. Terutama dalam model bisnis. Karena negara mengharapkan perusahaan plat merah dapat memberikan pemasukan sebesar-besarnya.

Dalam proses transformasi itu, Kementerian BUMN telah menetapkan lima fondasi. Yakni perbaikan korporasi dan pelayanan publik, fokus pada bisnis inti, inovasi berbasis digitalisasi, proses bisnis yang baik dan diawali dengan transformasi sumber daya manusia. “Jangan berpikiran, ini kan perusahaan negara. Jika rugi, ada negara yang bantu. TIdak boleh berpikiran seperti itu,” tegas Erick.

Erick mengaku belum puas atas capaian yang diraih Kementerian BUMN. Meski sejauh ini, BUMN mampu berkontribusi ke negara senilai Rp377 triliun melalui pajak, dividen, dan bagi hasil.

Kemudian, BUMN mampu melejitkan laba hingga 365 persen atau pada semester I 2020 hanya mencapai Rp6 triliun. Sementara pada periode yang sama tahun 2021 mampu meraup Rp26 triliun. Tapi capaian ini belum optimal jika mengamati aset yang dimiliki BUMN yang mencapai di atas Rp9.000 triliun.

“Meski sudah diciutkan menjadi 41 BUMN, sejatinya yang memberikan dividen ke negara tetaplah 11 BUMN. Apakah yang tidak bisa menghasilkan dividen akan dibubarkan? Tidak juga. Karena ada juga BUMN yang kerjanya untuk pelayanan publik,” terang Erick.

Misalnya PT KAI dan PT Pelni. Kedua perusahaan itu tidak mungkin dipaksa meraih untung sebanyak-banyaknya. Sebab sebagian besar kegiatannya merupakan publik service obligation (PSO). (rh/fin)

Baca juga:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: