Makjleb! Hasil Penelitian MUI Tentang Aksi Teror Di Indonesia, Ternyata Pelaku Aksi Dipengaruhi Ini

Makjleb! Hasil Penelitian MUI Tentang Aksi Teror Di Indonesia, Ternyata Pelaku Aksi Dipengaruhi Ini

JAKARTA – Berdasarkan hasil penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI), sekitar 45,5 persen pelaku teror di Indonesia memiliki motivasi dalam melakukan aksi terorisme karena pengaruh ideologi agama yang ekstrem.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme MUI Irjen Pol. (Purn) Hamli.

\"Motif mereka melakukan aksi terorisme yang diambil dari sampel sebanyak 100 lebih pelaku teror pada 2012. Dan masih relevan sampai sekarang memang tidak tunggal. Namun, yang dominan adalah ideologi agama sebanyak 45,5 persen,” ucap dikutip dari FIN, Senin (25/20).

Menurutnya, pengaruh ideologi agama, dapat muncul dari kelompok-kelompok yang mengakui beragama, namun tidak ingin bernasionalisme.

Kemudian, selain 45,5 persen motif berupa ideologi agama, ada beberapa motif lain yang mendorong seseorang melakukan aksi teror di antaranya adalah 20 persen pengaruh solidaritas komunal, 12,7 persen memiliki mentalitas massa, 10,9 persen ingin membalas dendam, 9,1 persen situasional, dan 1,8 persen separatisme.

Ia mengimbau agar dapat mewaspadai keberadaan kelompok yang menganut paham ideologi agama secara ekstrem, bahkan menggunakan cara kekerasan.

Imbauan tersebut secara lebih khusus diberikan oleh Hamli kepada para Purnapaskibraka yang baru memasuki kehidupan perguruan tinggi.

Kelompok yang mengaku beragama tetapi tidak bernasionalisme memang kerap menanamkan pengaruh di sana.

Kelompok itulah yang dikategorikan sebagai kaum radikalisme. Menurut Hamli, kaum radikal akan menyuburkan sikap intoleran, anti-Pancasila, anti-NKRI, dan berujung menyebabkan disintegrasi bangsa.

Setelahnya, ideologi agama yang mereka anut secara ekstrem akan disertai pula dengan beragam perbuatan yang menggunakan ancaman kekerasan hingga mengarah pada terorisme.

“Kalau ada orang yang mengatakan nasionalisme itu tidak benar, nasionalisme tidak berhadap-hadapan dengan agama, ini sudah bisa dimasukkan kategori radikal,” ucap Hamli.

Hamli menyarankan generasi muda yang menemukan kelompok radikal itu harus memberikan perlawanan, bahkan meninggalkan mereka.

Dia menegaskan bahwa yang harus selalu diingat, Indonesia memang bukanlah negara agama melainkan negara yang beragama.

“Silakan apa pun agama anda, anda harus beragama, tetapi tetap harus bernasionalisme,” tegas Hamli. (jun/khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: