Kepala Desa Dawuan: Saya Dituding Korupsi Pembangunan Jalan dengan Nilai Proyek Rp45 juta

Kepala Desa Dawuan: Saya Dituding Korupsi Pembangunan Jalan dengan Nilai Proyek Rp45 juta

MAJALENGKA - Kepala Desa Dawuan Kecamatan Dawuan, Abdul Rohman Baehaqi mengaku dirugikan atas pemberitaan oknum wartawan online yang menyudutkan dirinya. Terlebih berita yang dibuat berita bohong tanpa konfirmasi. Hal itu diungkapkan Abdul Rohman Baehaqi saat berkonsultasi di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Majalengka, Jumat (26/3).

\"Saya dituding korupsi pembangunan jalan dengan nilai proyek Rp45 juta. Padahal itu nominalnya hanya Rp35 juta. Terus itu narasi beritanya semuanya opini pribadi wartawan, dan bertolak belakang dengan realitas, karena ditulis tanpa melalui wawancara,\" keluhnya.

Ia menjelaskan kedatangannya ke PWI setelah mendatangi Satreskrim Polres Majalengka untuk melaporkan pemberitaan yang dinilai mencemarkan nama baiknya itu. Aparat kepolisian menyarankan agar berkonsultasi ke Dewan Pers atau ke lembaga kompeten yang diakui Dewan Pers seperti organisasi PWI. Karena perlu kajian dan penilaian apakah ini karya jurnalistik atau tidak. Sebab polisi telah melakukan nota kesepahaman terkait karya jurnalistik.

“Coba berita hoax itu kemudian disebar di medsos dan dibagikan ke warga. Kami oleh warga dituding korupsi. Itu alasan saya melaporkan ke polisi,\" tandasnya.

Menanggapi hal itu, Ketua PWI Majalengka Jejep Falahul Alam mengaku prihatin karena masih ditemukan oknum wartawan yang menyalahgunakan profesi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Selain menodai citra wartawan yang bekerja sesuai kode etik jurnalistik (KEJ), kondisi itu juga merugikan narasumber maupun masyarakat pada umumnya.

Ia mengingatkan kembali agar jurnalis bekerja berpedoman pada KEJ dan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Hal itu untuk menjamin kemerdekaan pers dalam memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang baik dan benar. Sehingga diperlukan landasan moral dan etika profesi  dalam menjaga kepercayaan publik, serta menegakkan integritas dan profesionalisme.

\"Atas dasar itulah, wartawan di seluruh Indonesia wajib menaati KEJ. Menyikapi soal pemberitaan itu, saya cermati tidak berimbang, mencampuradukan fakta dan opini yang terkesan menghakimi. Serta tidak menerapkan asas praduga tak bersalah,\" jelasnya.

Namun demikian, di dalam regulasi yang ada setiap narasumber berhak mengajukan hak jawab dan hak koreksi. Sebagaimana diatur pemerintah dan Dewan Pers pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, pasal 1, pasal 5, pasal 6, pasal 11, dan pasal 15.

\"Hak jawab itu berisi tanggapan atau sanggahan terhadap berita yang menyangkut langsung dari pihak yang dirugikan. Sedangkan hak koreksi berisi koreksi dari siapa saja menyangkut informasi apapun yang dinilai salah, terutama kekeliruan fakta dan data teknis,\" imbuhnya.

Ia menambahkan, sepanjang media itu berbadan hukum pers dan beritanya ada narasumber bisa  dikatakan karya jurnalistik. Maka penyelesainnya melalui UU Pers yaitu melakukan hak jawab. Jika tidak melaksanakan hak jawab di Pasal 18 ayat 2 UU Pers, perusahaan media bisa didenda senilai Rp500 juta.

\"Kalau menurut saya, melakukan hak jawab dan koreksi merupakan langkah yang elegan dan tepat dalam menyelesaikan persoalan pemberitaan,\" katanya. (ono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: