Luka Sosial di Balik Angka: 959 Tersangka Kerusuhan, 295 di Antaranya Anak-Anak
Konferensi pers di Gedung Bareskrim-Dok-Istimewa
RADARMAJALENGKA.COM-Jakarta – Di balik dinginnya angka statistik penegakan hukum pasca kerusuhan 25–31 Agustus 2025, tersimpan wajah-wajah muda yang terseret arus solidaritas, ajakan senior, hingga jebakan provokasi media sosial. Polri mencatat, dari 959 tersangka, 295 di antaranya adalah anak-anak.
Angka yang membuat dada terasa sesak: sebuah generasi yang mestinya mengisi ruang kelas, justru berhadapan dengan meja penyidik.
Dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim, Kabareskrim Komjen Pol. Syahardiantono menegaskan bahwa penegakan hukum menyasar pelaku kerusuhan, bukan peserta aksi damai.
“Proses hukum ini murni untuk mereka yang melakukan tindak anarkis, bukan kepada masyarakat yang menyampaikan pendapat secara tertib,” ujarnya.
BACA JUGA:Nominasi Tiga Besar, Tim Penilaian Lomba Desa Harus Objektif dan Profesional
Kerusuhan itu meninggalkan jejak di banyak kota. Dari Jakarta hingga Surabaya, Blitar hingga Makassar. Ada rumah tokoh publik dijarah, gedung negara dibakar, hingga kantor DPRD dilalap api. Dari TKP, polisi menemukan bom molotov, senjata tajam, hingga poster provokatif.
Lebih jauh, media sosial menjadi panggung provokasi: video anarkis, ajakan berantai, dan narasi penuh amarah menyulut aksi massa.
Namun, keterlibatan anak-anak menjadi bab paling getir. Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, menekankan bahwa meski mereka tersandung hukum, hak pendidikan tak boleh terampas.
“Banyak dari mereka ikut karena solidaritas dan ajakan, bukan kesadaran penuh. Mereka tetap anak-anak yang butuh perlindungan,” katanya.
BACA JUGA:DKPP Rehabilitasi Nama Baik Bawaslu Majalengka: Tak Terbukti Langgar Kode Etik
Pengawasan juga datang dari Kompolnas. Ida Oetari menyebut sebagian besar Polda sudah menerapkan prinsip perlindungan anak: ada yang tidak ditahan, ada pula yang mendapat diversi sesuai sifat perbuatannya. “Kami akan terus mengawasi hingga proses tuntas,” tegasnya.
Meski begitu, pertanyaan besar masih menggantung: siapa aktor intelektual dan siapa yang mengalirkan dana? Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo dari Bareskrim mengungkap bahwa koordinasi dengan PPATK sedang berjalan untuk menelusuri jalur uang yang diduga mendanai kerusuhan.
Di tengah pusaran kasus, Polri berusaha menegaskan posisinya. “Kami mengapresiasi masyarakat yang menyampaikan pendapat secara damai. Tapi jangan biarkan kebebasan itu berubah menjadi anarki,” ujar Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Polri.
Kerusuhan telah mereda. Tetapi luka sosial akibat ratusan anak yang terjerat hukum masih membekas. Pertanyaannya: apakah bangsa ini mampu menjadikan tragedi ini sebagai cermin, atau hanya menambah daftar panjang cerita getir tentang anak-anak yang kehilangan arah?
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
