Konektivitas Terlambat dan Pasar Tak Terbentuk, Ini Akar Masalah yang Membebani Bandara Kertajati
Dihadapan rekan-rekan jurnalis Corporate Secretary Manager BIJB Kertajati, Imam Rasyidin bicara soal Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati.-Dok-Baehaqi
RADARMAJALENGKA.COM – Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati kembali menjadi sorotan setelah Corporate Secretary Manager BIJB, Imam Rasyidin, memaparkan bahwa persoalan fundamental bandara tersebut telah berlangsung sejak tahap perencanaan.
Menurutnya, problem utama bukan pada fasilitas atau kualitas bandara, namun pada keterlambatan konektivitas dan keberlanjutan ekosistem penumpang yang tidak kunjung terbentuk.
Imam menjelaskan bahwa BIJB Kertajati dibangun di tengah keberadaan tiga bandara besar yang sudah mapan: Husein Sastranegara di Bandung, Halim Perdanakusuma di Jakarta, dan Soekarno-Hatta di Tangerang. Ketiga bandara tersebut telah menjadi pusat mobilitas warga Jawa Barat bertahun-tahun sebelum Kertajati hadir. “Masyarakat sudah terbiasa terbang dari Husein, Halim, atau Cengkareng. Ekosistemnya sudah terbentuk lebih dulu,” ujar Imam.Rabu (3/12/2025).
BACA JUGA:Tabel KUR BRI 2025 Pinjaman 100 Juta, Berikut Simulasi Angsuran Mulai dari 164 Ribuan Perbulan
Masalah paling serius, kata Imam, terjadi pada gap antara perencanaan dan realisasi pembangunan infrastruktur pendukung. Dalam dokumen perencanaan, akses Tol Cisumdawu seharusnya selesai pada tahun 2017 agar bandara bisa langsung terhubung dengan Bandung dan kawasan metropolitan lainnya. Namun realitasnya berbeda: bandara justru rampung lebih cepat pada 2018, sementara tol baru dibuka penuh pada tahun 2023.
Ketidaksinkronan ini menyebabkan Kertajati beroperasi tanpa dukungan akses memadai. Penumpang yang hendak terbang tetap memilih bandara lain yang sudah mudah dijangkau. Alhasil, pasar pengguna tidak pernah terbentuk secara alami, meskipun infrastruktur bandara termasuk runway dan terminal telah memenuhi standar internasional.
Kondisi semakin berat ketika operator bus justru membuka rute cepat Bandung–Halim dan Bandung–Soekarno Hatta bersamaan dengan beroperasinya tol. “Dulu harapannya orang Bandung akan memilih Kertajati. Tapi ketika bus ke Halim dan Cengkareng justru dipermudah, kompetisinya makin berat,” tutur Imam.
Dari sisi regulasi, pemerintah pusat telah menetapkan pembagian rute antara Husein dan Kertajati pada 29 Oktober 2025, di mana semua penerbangan jet dialihkan ke Kertajati. Namun sekalipun kebijakan ini memihak BIJB, fakta lapangan menunjukkan bahwa minat maskapai membuka rute baru tetap rendah.
Imam menegaskan bahwa Kertajati tidak bersaing dengan Husein, karena keduanya sudah dipisahkan berdasarkan jenis pesawat. “Yang menjadi tantangan adalah Halim dan Soekarno-Hatta. Catchment area-nya sama, sehingga persaingannya langsung,” ucapnya.
BACA JUGA:Ahla Ilfatulghina Zakiyah, Siswi SDN Sadomas Majalengka Raih Juara 2 MTQ Tingkat Nasional
Akibatnya, meski kapasitas Kertajati memungkinkan hingga 16 rute aktif, realisasinya hanya setengahnya. Maskapai secara bisnis akan melihat faktor keterisian pesawat, bukan sekadar peluang membuka rute baru. Tanpa arus balik penumpang yang kuat, rute tidak akan bertahan lama.
Imam menilai bahwa akar masalah ini harus ditangani secara menyeluruh. “Selama ekosistem tidak terbentuk, selama konektivitas tidak kompetitif, maka bandara ini akan selalu tertinggal dari bandara lain yang sudah lebih dulu mapan,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
