
Ko non, terdapat bekas luka dari pertarungan antara ayam Ciung Wanara dengan ayam raja.
Mitosnya, jika seseorang dapat memegang benjolan di pohon tersebut dengan mata tertutup, maka keinginannya akan tercapai.
Lebih lanjut, Situs Lambang Peribadatan berupa batu yang berada pada halaman yang dibatasi susunan batu berbentuk bujur sangkar, dengan jalan masuk di sisi timur. Di tengah halaman terdapat batu berdiri berbentuk segi empat panjang, yang dikelilingi susunan batu bulat.
Kemudian, Cikahuripan merupakan pertemuan dua sungai kecil yang bernama Citeguh dan Cirahayu. Saat ini, Cikahuripan digunakan sebagai tempat mandi untuk keperluan tertentu.
Terdapat ma ta air Cikahuripan dan dikatakan tak pernah kering, banyak orang mengambil air disana dalam botol atau dipakai untuk mencuci wajah dan tangan, mengharap berkah. Hanya saja, saat penelusuran Cikahuripan terlihat kering tidak ada air selama terdampak musim kemarau ini berlangsung.
Di area itu pula terdapat batu dolmen dan menhir yang disebut sebagai Panyandaan merupakan susunan batu berbentuk persegi yang menyerupai tembok batu, dengan celah di sisi timur sebagai jalan masuk. Di tengah struktur batu keliling terdapat batu berdiri dan batu datar berbentuk segitiga yang dikelilingi susunan batu kecil.
Di depan Situs Panyandaan terdapat tiga batu berdiri yang salah satunya dalam posisi condong, dan dikelilingi sebaran batu-batu bulat. Situs diyakini sebagai makam Sri Bhagawat Pohaci.
Lalu, Situs Pamangkonan yang berupa susunan batu berbentuk persegi dengan celah pada sisi timur sebagai jalan masuk.
Di tengah situs terdapat susunan batu-batu bulat mengelilingi salah satu batu.
Di ujung jalan lainnya terdapat makam Adipati Panaekan, keturunan Kerajaan Galuh yang mendapat gelar Adipati dari Kerajaan Mataram.
Makam Adipati Panaekan berupa tatanan batu bersusun melingkar. Adipati Panaekan adalah tokoh yang menurunkan bupati pertama Ciamis.
Jejak parit dijumpai di sekeliling situs inti, yang lebar dan kedalamannya cukup bervariasi. Pada sisi luar parit terdapat gundukan tanah membentuk benteng dengan tinggi sekitar 2 meter dan lebarnya bervariasi antara 3 hingga 4 meter.
Selama penelusuran sepanjang jalan purba ini, dijumpai banyak peninggalan yang menunjukkan peralihan masa Hindu-Buddha menuju masuknya pengaruh Islam. Salah satu buktinya dapat dilihat pada makam Adipati Panaekan yang berbentuk punden berundak, tetapi posisinya mengarah kepada kiblat.
Mengutip laman Dispar Kabupaten Ciamis, menurut penyelidikan tim arkeologi pada 1997, Situs Karangkamulyan merupakan peninggalan Kerajaan Galuh yang telah dihuni sejak abad ke-9.
Kesimpulan tersebut berkaca dari temuan keramik yang berasal dari zaman Dinasti Ming.