Dengan bantuan Chaerul Basri, seorang pemuda asal Bukit Tinggi, Sumatera Barat, Fatmawati meminta kain merah dan putih kepada Shimizu, pimpinan barisan Propaganda Jepang Gerakan Tiga A.
Shimizu yang sudah menjadi teman baik Fatmawati pun kemudian menghubungi rekannya untuk mendapatkan kain merah dan putih.
Setelah itu, Shimizu sendiri yang menyerahkan dua blok kain berwarna merah dan putih kepada Fatmawati yang kemudian dijahit saat itu juga di ruang makan.
BACA JUGA:Ada Apa dengan Tanggal 21 Februari 2024? Ini Ramalan yang Terjadi
“Sebenarnya, Shimizu sangat salut dengan perjuangan rakyat Indonesia. Itulah sebabnya mengapa Shimizu merasa nyaman ketika harus mendengarkan uneg-uneg, pikiran, dan juga pendirian orang Indonesia saat itu.
Terlebih lagi, saat itu rakyat Indonesia sudah menganggap Shimizu sebagai sahabat karib.
Melalui Shimizu ini, Fatmawati berharap mendapatkan selembar kain yang bisa digunakannya untuk menjahit bendera (pada waktu barang-barang impor sudah dikuasai oleh Belanda),” ungkap Abraham Panumbangan dalam buku The Uncensored of Bung Karno (2016).
Sebagaimana ditulis Bondan Winarno dalam bukunya, Berkibarlah Benderaku (2003), diketahui Fatmawati sambil menitikan air mata ketika menjahit bendera ini.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab saat itu Fatmawati tengah menanti kelahiran Guntur Soekarnoputra, yang memang sudah bulannya untuk lahir.
Di buku tersebut, diceritakan bahwa Fatmawati menjahit menggunakan mesin jahit singer yang hanya bisa digerakkan menggunakan tangan saja.
Itu karena mesin jahit menggunakan kaki tidak diperkenankan mengingat usia kehamilan Fatmawati.
BACA JUGA:Laporan Kerajaan Belanda, Sumur Minyak di Maja Rerink Habis Modal
Meski hanya menggunakan mesin jahit sederhana, dan menjahit dalam kondisi hamil besar, namun Fatmawati tetap berusaha untuk menyelesaikan bendera tersebut dengan tepat waktu.
Akhirnya, bendera Merah Putih berukuran 2x3 meter itu selesai dijahit, dan kemudian dikibarkan setelah pembacaan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945 di rumah Sukarno, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. (*)