
Di malam pembukaan rumah bordil itu, Jan takut setengah mati. Saat tentara pertama masuk ke kamarnya, seorang pria gendut, Jan berusaha melarikan diri dengan berjongkok gemetaran di pojok ruangan.
Tentara itu marah. Ia menghunuskan katananya, mengancam Jan untuk "patuh".
Jan berpikir tentara itu akan membunuhnya. Namun, Jan tak gentar. Ia menantang balik tentara itu untuk bunuh saja dia. Berpikir ia akan mati, Jan mulai berdoa.
Namun, tentara itu malah buka baju. Jan akhirnya menyadari apa yang akan tentara itu lakukan.
BACA JUGA:Bukan Tahun 1914, Keberadaan Situs Gunung Padang Telah Diketahui Tahun 1890
Tentara itu menarik Jan dengan kasar dan membantingnya ke kasur. Baju Jan disobek. Tentara itu memainkan katananya untuk mengelus sekujur tubuh telanjang Jan.
Tentara itu tertawa-tawa melihat Jan menangis. Jan diperkosa.
Namun, tentara itu bukan yang terakhir. Dalam semalam, Jan diperkosa berkali-kali oleh beberapa tentara Jepang.
Begitulah hidup Jan 3 bulan selanjutnya selama ia masih tinggal di rumah bordil itu.
Akibat banyaknya aktivitas seksual, pihak Jepang rajin melakukan cek kesehatan pada budak-budak seks ini.
Namun, biadabnya, setiap pengecekan, dokter tentara Jepang itu akan mencabuli pasien-pasiennya terlebih dahulu sebelum diperiksa.
Jan berusaha melawan. Ia memotong rambutnya agar ia tampak "jelek" di mata para tentara.
Nahas, para tentara hanya semakin tertarik pada penampilan unik Jan. Kekerasan seksual yang dialami Jan semakin menjadi-jadi tanpa dibayar sepeser pun.
Saat Jan dilepaskan dari rumah bordil dan dikembalikan ke keluarganya, Jan diancam untuk tutup mulut, apabila tidak ingin keluarganya mati.