
Jan tetap bercerita ke satu orang: ibunya. Namun, sang ibu begitu hancur saat tahu sehingga Jan tidak tega menceritakan semuanya.
Usai pengalamannya sebagai jugun ianfu, Jan mengalami trauma berkepanjangan.
Saat ia dinikahi suaminya, seorang tentara Inggris bernama Tom Ruff, pada 1946, Jan jujur menceritakan kehidupannya sebagai jugun ianfu. Tom mengerti dan mendukung Jan sepenuh hati.
Namun, Jan tetap tidak bisa bercerita sepenuhnya. Meskipun cinta, traumanya membuatnya tidak bisa sepenuhnya menikmati seks.
Jangankan seks, melihat kasur di malam hari pun ia gusar. Karena ia ingat setiap malam datang dulu, itu adalah waktu ia diperkosa.
Ia juga jadi membenci bunga. Karena nama-nama bunga yang dulu disematkan pada dirinya dan jugun ianfu lainnya.
Ia takut dokter karena ia ingat dokter-dokter yang memerkosanya dulu sambil ditonton tentara lain setiap sesi pemeriksaan.
Pada 1992, ia menjadi perempuan Eropa kulit putih pertama yang angkat bicara mengenai pengalamannya sebagai jugun ianfu.
Hingga ia meninggal di usia 96 tahun pada tahun 2019, ia aktif mengadvokasikan keadilan bagi jugun ianfu.
Namun, Jepang masih tidak bisa memenuhi permintaan para mantan jugun ianfu. “Permintaan maaf itu tidak akan pernah datang," ujar Jan.
Pada tahun 2018, Ia masih mengingat jelas pemerkosaannya setiap menutup tirai kamar sebelum tidur. “Aku terlalu tua”.
Begitulah kisah miris Jeanne Alida O'Herne. Bule keturunan Belanda ini memang akrab dipanggil Jan.
Kemudian setelah menikah hingga akhir hayatnya, ia dipanggil Jan Ruff. Kata Ruff itu berasal dari nama belakang suaminya, Tom Ruff. (*)