Pada September 1944 Soekarno dan Hatta datang menemui para romusha di tambang batu bara di Bayah, Banten. Keduanya tidak mengetahui bahwa Tan Malaka ada di antara para romusha dan menyamar sebagai kerani atau petugas administrasi.
Ketika itu, di depan para romusha, Soekarno berpidato. Isinya bahwa Indonesia bersama Jepang akan mengalahkan Sekutu. Setelah itu Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Soekarno pun meminta para pekerja tambang membantu berjuang dengan meningkatkan produksi batu bara.
BACA JUGA:Hadapi 29 Oktober, Bandara Kertajati Gelar Operasi Bayangan, Apa Itu?
Usai Soekarno berpidato, anggota Volksraad Sukarjo Wiryopranoto yang menjadi moderator mempersilakan hadirin untuk bertanya. Saat itu Tan sedang memilih kue dan minuman untuk para tamu.
Para penanya rupanya sering mendapat jawaban guyon yang sinis. Tan yang gerah dengan suasana penuh ejekan itu pun menyimpan talam kue dan minuman di belakang.
Saat mendapat giliran bertanya, Tan tidak setuju dengan pemikiran bahwa Jepang akan membantu kemerdekaan Indonesia. Dia lebih percaya Indonesia meraih kemerdekaannya sendiri.
Soekarno kemudian menjawab bahwa Indonesia harus menghormati jasa Jepang menyingkirkan tentara Belanda dan Sekutu.
Tan Malaka membantah. Menurutnya, rakyat akan berjuang dengan semangat lebih besar membela kemerdekaan yang ada daripada yang dijanjikan Jepang.
BACA JUGA:Benarkah Kepemimpinan di Indonesia Erat dengan Kekuatan Mistis?
Tan Malaka pun melihat Soekarno jengkel. Karena seorang kerani tambang batu bara saja berani mendebatnya.
Soekarno tidak sadar bahwa orang yang mendebatnya adalah sosok yang ia kagumi.
Sosok yang menulis buku “Massa Actie”. Soekarno selalu membawa buku ini tatkala menjadi terdakwa di Landraad, Bandung pada tahun 1930.
Sama seperti Soekarno, Hatta pun tidak menyadari bahwa orang itu adalah Tan Malaka. Padahal ketika sama-sama di Belanda, Hatta pernah beberapa kali bertemu dengan Tan Malaka.
Kisah penyamaran Tan Malaka memang menarik. Dia memang sangat lihai dalam menyamar. Salah satunya karena didukung oleh penguasaan banyak bahasa. Setidaknya sosok ini menguasai delapan bahasa.
Wajar saja jika sepanjang hayatnya, Tan Malaka telah berkeliling dunia sepanjang 89.000 km. Karena kemampuan penguasaan bahasa itulah, tak ada kendala ketika dia harus berpindah-pindah tempat.