RADARMAJALENGKA.COM- Legenda penguasa Laut Selatan memang banyak tersebar di seluruh daerah Indonesia.
Pada etnis Sasak di Pulau Lombok, saat ini masih menyimpan sebuah legenda yang bernilai sakral tinggi tentang Putri Mandalika.
Masyarakat Sumatra Utara dan Aceh juga mengenal sebuah legenda bahureksa lautan yang perkasa.
Dikenal sebagai legenda Putri Hijau. Sementara itu di Kepulauan Maluku, misalnya, dikenal keberadaan Ina Kabuki, ratu yang bertahta di dasar Teluk Kayeli.
BACA JUGA:Dahulu Asalnya di TNGC, Kini Tinggal di Gua Kelelawar, Mitosnya Bertubuh Ular Berkapala Manusia Masyarakat Lamalera di Flores, tak kecuali. Mereka menyebut laut sebagai “Ina Fae Belé” yang artinya Ibunda yang maharahim, “Ina Lefa” (Bunda Lautan). Penguasa laut selatan atau akrab disapa Kanjeng Ratu Kidul adalah ekspresi ideal penggambaran wanita perkasa. Dirinya adalah Ratu Pantai Selatan. Sosoknya juga dianggap juru selamat yang menjaga eksistensi Kerajaan Mataram. Pada Babad Tanah Jawa, hubungan antara Kerajaan Mataram dengan Ratu Pantai Selatan ini bermula saat Danang Sutawijaya/Panembahan Senopati bertapa di Parangkusumo. Dikisahkan, Ratu Kidul berjanji membantu mengabulkan keinginannya dan membantu Danang Sutawijaya untuk menjadi raja. Juga menjaga ketentraman rakyat Mataram hingga turun temurun. BACA JUGA:Benarkah Kepemimpinan di Indonesia Erat dengan Kekuatan Mistis? Kanjeng Ratu Kidul memiliki nama asli Dewi Retno Suwodo seorang putri dari Raja Pajajaran. Dirinya diusir dari kerajaan karena menderita penyakit akibat diguna-guna oleh penyihir dan membuat malu anggota keluarga. Karena merasa kecewa dan sedih, akhirnya dia mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Pantai Selatan. Jika masyarakat Sunda menyebut bahwa putri tersebut Kanjeng Ratu Kidul, namun menurut masyarakat Jawa, justru putri itu bukanlah sang kanjeng ratu, melainkan pesuruhnya yang dikenal juga dengan nama Nyi Roro Kidul. Merujuk artikel berjudul '' Berbagai Mitos Tentang Laut: Mengungkap Konsep Bahari Bangsa Indonesia'' karya Yoseph Yapi Taum (2013), menurutnya, dalam pandangan berbagai etnis di Indonesia, laut pada umumnya dipandang sebagai “ibu”. BACA JUGA:Ingin Gelar Pernikahan Undang Pertunjukan Ini, Jika Tidak Mitosnya Berakibat Buruk, Mistisnya Gembyung Berbeda dengan mitologi Hindu yang memandang laut sebagai laki-laki atau maskulin, di Indonesia sosok bahureksa laut mendapat artikulasi feminim dan mengambil bentuk sosok perempuan. Sejarawan Ong Hok Ham, menilai mitos Nyi Roro Kidul merupakan mitos yang positif. Penciptaan mitos dan pemanfaatnya jelas untuk melanggengkan kekuasaan Mataram. Bahkan Ong menambahkan hal itu adalah hal yang biasa terjadi, baik di masa lalu maupun masa kini. “Mitos Nyi Roro Kidul justru memperkuat legitimasi raja. Hal ini berlainan dengan orang kaya yang berhubungan dengan Nyi Blorong. Yang disebut terakhir adalah negatif, sedangkan yang pertama, yakni hubungan Raja Mataram dengan Nyai Roro Kidul adalah positif. Demikian pula dengan roh halus lain yang melindungi Raja Mataram, yakni Sunan Lawu di Gunung Lawu,” tulis Ong Hok Ham dalam buku '' Dari soal priyayi sampai Nyi Blorong'' (2002) (*)