Pihaknya mengaku kliennya dirugikan sehingga penting untuk dilaporkan sebagai proses pidana yang memang memiliki konsekuensi hukum yang jelas.
Disamping itu, kedua terkait juga dengan proses lahirnya akta notaris, yang bagi pihaknya itu memiliki beberapa cacat hukum.
Proses administrasi, atau mal administrasi yang dilakukan oleh H Aceng Jarkasih dan kawan-kawan melalui notaris jelas legal standing-nya melihat ada sesuatu hal yang sangat salah.
"Misalnya, bahwa dalam akta notaris dikatakan legal standing-nya adalah rapat tanggal 30 April 2024 yang dihadiri oleh dua orang pembina dari tiga orang. Padahal faktanya, tanggal 30 April 2024, yang rapat itu adalah tiga orang pembina, yakni Pak Haji Karmanudin, Pak Aceng Jarkasih, dan Bu Rita. Nah, yang jadi masalah adalah rapat tersebut tidak terjadi kesepakatan apapun karena Pak Haji Karmanudin waktu itu deadlock," jelasnya.
BACA JUGA:Enam Desa Endemis DBD, Ini yang Dilakukan Puskesmas Sumberjaya
H Karmanudin, kata Danu, meninggalkan ruangan rapat dan walkout. Artinya, karena proses walkout itu kemudian tidak ada keputusan apapun.
"Dan perlu diketahui oleh semuanya, terutama oleh seluruh masyarakat Majalengka, bahwa rapat tanggal 30 April itu kemudian melahirkan berita acara yang bagi kami itu abal-abal," tegas Danu.
Dede Aif Musoffa menambahkan, kliennya H Karmanudin tidak pernah menandatangani berita acara apapun pada rapat tanggal 30 April itu. Dan nyatanya berita acara itu dijadikan legal standing dibuktikan dengan terbitnya akta notaris.