Ia menyebut Art Smara disiapkan sebagai cikal bakal agenda seni tahunan, layaknya Art Bali atau Art Jakarta.“Ini ibarat pemanasan,” lanjutnya.
Dihadirkan Seniman Majalengka dan Indramayu
Sebagai edisi perdana, Art Smara Resonance diikuti seniman dari dua kabupaten, yaitu Majalengka dan Indramayu. Karya yang ditampilkan berupa patung dan lukisan yang dipilih untuk mengangkat identitas serta emosi para seniman menghadapi perubahan daerah.
“Mereka punya potensi luar biasa. Secara teknik pun mereka punya kemampuan yang bisa diandalkan,” kata Ginggi.
Ia menambahkan bahwa nama “Smara” yang melekat pada hotel memiliki arti tentang cinta dan perhatian, yang menjadi pesan utama pameran.
“Smara itu sesuatu yang kita berikan dengan rasa cinta. Semua pihak harus bertanya, ‘apa yang sudah saya berikan untuk tempat tinggal saya?’,” ujarnya.
Rangkaian karya dalam pameran ini akan menyampaikan kisah harapan, kekhawatiran, dan sukacita para seniman dalam menghadapi perubahan di wilayahnya.