Undak Usuk Bahasa Sunda, Ciri Pengaruh Mataram dan Kolonialisme di Bumi Priangan

Sabtu 26-08-2023,18:06 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Sementara bahasa lemes diperuntukkan untuk situasi formal atau sopan. “Untuk masalah sastra dan kepenulisan, menurut pengamatan saya bahasa loma lebih banyak digunakan,” pungkas Muhammad Zakaria.

Priangan, menurut Jan Breman dalam bukunya, lebih tepat untuk menyebut wilayah berbukit atau pegunungan di Jawa Barat. Seperti judul buku yang ia tulis: “Keuntungan  Kolonial dari Kerja Paksa: Siatem Peringan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa, 1720-1870”.

Sejak melunturnya kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran di Jawa Barat, terjadi kekosongan di wilayah Priangan. Sejak berkembangnya Islam, Cirebon muncul sebagai Kesultanan yang berupaya mengakuisisi Priangan.

BACA JUGA:Teori Konspirasi Merebak dalam Kebakaran Hutan Hebat Hawaii, Ada Rumah Beratap Merah di Pulau Maui Terlindungi

"Begitupun dengan Mataram yang telah memeluk ajaran Islam, berinisiatif untuk mengisi kekosongan kekuasaan di wilayah Priangan," tulis Jan Breman.

Politik Ekspansi yang dilancarkan Sultan Agung, berhasil membujuk penguasa Periangan untuk dapat bergabung di bawah panji Susuhunan Mataram.

Supremasi politik Mataram telah memudahkan proses "jawanisasi," utamanya di kawasan Timur Priangan. Proses itu juga dikuatkan dengan perintah Mataram kepada para petani untuk menanam secara liar di kawasan Priangan untuk menandai batas-batas wilayah Mataram atas tanah Sunda.

Selain itu, penanaman liar para petani membawa maksud untuk dapat membendung pengaruh Kerajaan Banten yang mulai masuk ke wilayah Priangan. Melalui pesatnya perkebunan dan pertanian Mataram, wilayah-wilayah Priangan dengan cepat terisi pengaruh Mataram.

BACA JUGA:Catatkan Sejarah, Maxi Yamaha Day Hadir di Kaltim untuk Pertama Kalinya

"Mataram telah berhasil mendominasi areal perkebunan dan lahan pertanian di Jawa Tengah dengan baik sehingga mereka akan lebih mudah melakukannya di wilayah kekuasaan barunya," jelasnya.

Sebelum masuknya pengaruh dari Jawa Tengah, wilayah Timur Priangan masih sangat terjaga budaya sundanya. Hanya saja mereka tak memiliki legitimasi kekuasaan di sana, sehingga dengan mudah Mataram dapat mengisi wilayah-wilayah itu dan melangsungkan "jawanisasi"-nya.

Bagaimanapun, Cirebon juga tak dapat berbuat apa-apa. Mereka kalah banyak langkah dengan Mataram yang getol melangsungkan hubungan politik perkawinan dengan penguasa lokal di Timur Priangan.

"Mobilitas dan agresifitas perkawinan tingkat tinggi Mataram membuat Cirebon tak dapat menguasai kawasan Timur Priangan, terlebih mereka kalah duluan soal hubungan perkawinan," ungkap Breman.

BACA JUGA:Tanah Grobogan dari Raffes untuk Pakualam, Pangeran Notokusumo Pernah Dipenjara Bawah Tanah di Cirebon

Hingga tahun 1660-an, Mataram telah bersekutu dengan penguasa lokal di kawasan Timur Priangan. Masyarakatnya telah menjadi bagian yang erat dengan pernikahan keluarga kerajaan, sehingga Mataram senantiasa bertahta di sana.

Terjadi pertukaran budaya dan bahasa selama beberapa dekade sebelum akhirnya kekuasaan Mataram di tanah Sunda tergerus oleh kemunculan politik kolonial dan VOC mulai menguasai lahan perkebunan dan perniagaan di sana. (*)

Kategori :