RADARMAJALENGKA.COM- Istilah Sunda saat ini dikenal sebagai salah satu suku yang ada di Indonesia. Suku ini sebagian besar tinggal di provinsi Jawa Barat.
Menurut G.P. Rouffaer, nama Sunda berasal dari istilah bahasa Sanskerta yaitu “Suddha” yang mempunyai pengertian murni, bersih, putih. Dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) dan bahasa Bali pun terdapat kata Sunda, dengan pengertian bersih, suci, murni, tak tercela atau bernoda.
Nama Sunda juga dikenal dalam wiracarita Mahabharata, merujuk pada tokoh asura bersaudara bernama Sunda dan Upasunda yang dikenal sakti karena menerima anugrah kekebalan dari Dewa Brahma.
Nama Sunda juga tercatat dalam prasasti tertua tertulis yang menyebutkan toponimi Sunda adalah prasasti Kebonkopi II, yang berangka tahun 854 Śaka (932 M). Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi.
BACA JUGA:Tak Kalah Misterius dengan Gunung Padang, Gunung Kromong Lumbung Fosil, Siapa yang Mendiaminya?
F.D.K. Bosch, sempat mempelajarinya, bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, dan pada prasasti tersebut ditemukan kalimat “…ba(r) pulihkan hajiri sunda…”. Kalimat ini diartikan sebagai “memulihkan Raja Sunda”.
Prasasti lebih muda yang menyebut nama Sunda yaitu prasasti Sanghyang Tapak, yang terdiri dari empat batu prasasti dengan tarikh tahun 952 Śaka (1030 M). Prasasti ini ditemukan di tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Tiga diantaranya ditemukan di dekat Kampung Bantar Muncang, sementara sebuah lainnya ditemukan di Kampung Pangcalikan.
Prasasti Sanghyang Tapak ditulis menggunakan aksara Kawi dan bahasa Jawa Kuno. Dalam prasasti ini ditemukan kalimat “…ginaway denira shri jayabhupati prahajyan sunda…” yang berarti “dibuat oleh Sri Jayabhupati raja Sunda”.
Nama Sunda juga disebutkan dalam prasasti Horren, yang ditemukan di Kecamatan Campur Darat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Prasasti ini diperkirakan berasal dari abad ke-11.
Prasasti Horren menyebutkan adanya persinggungan antara kerajaan Jawa dan Sunda, di mana dalam prasasti ini ditemukan kalimat “…datang nikanang çatru sunda…” yang berarti “datanglah musuh (dari) Sunda”.
Selain dalam bentuk batu tulis atau prasasti, nama Sunda juga tercatat dalam naskah-naskah kuno. Naskah tersebut di antaranya adalah naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian (kropak 630). Naskah ini memiliki candrasangkala nora catur sagara wulan atau sama dengan tahun 1440 Śaka (1518 M).
Naskah Sanghyang Kandang Karesian ditulis menggunakan aksara Budha dan bahasa Sunda Kuno. Dalam naskah ini ditemukan kalimat “…anggeus ma urang pulang deui ka Sunda, hanteu bisa carék Jawa…” yang berarti "setelah kita kembali ke Sunda, tidak dapat berbicara bahasa Jawa”.