Buku ‘Menggapai Potensi Tanpa Batas’ Ungkap Jalan Baru Pemberdayaan Pemuda dari Papua ke Aceh
Buku karya jurnalis dan penulis muda Adhim Mugni Mubaroq, berjudul Pemberdayaan Ekonomi Pemuda-Dok-Istimewa
Dalam salah satu bagian reflektif, Adhim menulis dengan nada personal dan tajam: “Menulis tentang Papua adalah perjalanan batin bagi siapa pun yang sungguh-sungguh ingin memahami Indonesia. Papua mengajarkan bahwa membangun manusia jauh lebih sulit daripada membangun jalan, tapi juga jauh lebih bermakna.”
Menurutnya, dari pengalaman menelusuri jejak Papua Youth Creative Hub (PYCH), ia menemukan satu kesimpulan sederhana namun mendalam: “Papua tidak butuh banyak konsep, Papua butuh pendamping yang hidup bersama mereka.”
Adhim menilai pendekatan pembangunan yang selama ini sering berhenti di tiga kata: strategi – anggaran – laporan.
“Di Papua, rumus itu tidak cukup. Papua membutuhkan kehadiran manusia yang mau ikut bekerja, mendengar, dan berjalan bersama masyarakatnya,” tulisnya.
Baca Juga: Prabowo Subianto Reshuffle Kabinet: Menkeu Sri Mulyani Diganti dan Kementerian Haji dan Umrah Resmi Dibentuk
Ia kemudian menyebut sosok Made Kartikajaya sebagai contoh nyata pemimpin yang tidak hanya menyusun konsep perencanaan, tapi juga hadir dan bekerja di lapangan bersama masyarakat Papua.
“Made bukan hanya bicara bagaimana membangun Papua, tapi menunjukkan bagaimana caranya benar-benar bersama masyarakat Papua di sana,” tulis Adhim.
BACA JUGA:Kumpulan Prompt Gemini AI Foto Wanita Berhijab, Stylish dan Instagramable, Cocok Buat Foto Profil
Bahkan Simon Tabuni, Ketua Umum PYCH, menyebut Made sebagai teladan dalam bersikap, berucap, dan bertindak. Simon menyebut, Made mampu menjembatani antara semangat negara dan kenyataan masyarakat Papua dengan cara sederhana yaitu hadir dan bekerja bersama dengan mereka.
Pendamping yang Mengubah Pola Pikir
Adhim menilai, keberhasilan PYCH bukan semata karena fasilitas yang lengkap, tetapi karena pendampingan yang berkarakter.
“Made menanamkan budaya disiplin, kejujuran, dan kerja keras tanpa kehilangan rasa hormat terhadap kearifan lokal. Ia datang bukan membawa label ‘penolong’, tapi semangat ‘kita tumbuh bersama’,” tulisnya.
Filosofi itu tercermin dalam cara Made memimpin: tidak kaku, tidak hierarkis, tetapi penuh dialog, keteladanan dan tegas. Ia membiarkan anak muda Papua belajar mengambil keputusan sendiri, mencoba, gagal, lalu tumbuh.
Pendekatan seperti ini melahirkan bukan ketergantungan, melainkan kemandirian. Kini anak-anak muda Papua mengelola usaha sendiri: kopi, produk digital, industri kreatif, teknologi, pertanian, peternakan, perkebunan hingga UMKM. Mereka bukan lagi peserta pelatihan, tapi pelaku ekonomi baru di tanah kelahirannya.
Dari pengalamannya selama observasi sekitar dua tahun lebih melakukan peliputan di Papua, Adhim menganalisis yang dibutuhkan Papua bukan sekadar infrastruktur, melainkan pendamping berjiwa fasilitator, orang yang tahu kapan memimpin, kapan mendengar, dan kapan ikut bekerja.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
