Kontroversi Nama Stasiun Cirebon, PT KAI Tunda Launching Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi

Kontroversi Nama Stasiun Cirebon, PT KAI Tunda Launching Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi

Polemik perubahan nama Stasiun Cirebon menjadi Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi-Dok-Dedi Haryadi

RADARMAJALENGKA.COM-CIREBON – Polemik perubahan nama Stasiun Cirebon menjadi Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi akhirnya mencapai titik baru.

Setelah menuai kritik tajam dari budayawan, DPRD, hingga masyarakat luas, PT KAI Daop 3 Cirebon memutuskan menunda acara launching yang semula dijadwalkan pada 1 Oktober 2025.

Penundaan ini langsung menyita perhatian publik. Stasiun Cirebon yang dikenal sebagai salah satu stasiun bersejarah dinilai memiliki nilai kultural tinggi.

Sehingga wacana perubahan namanya dianggap mengabaikan aspek historis dan kearifan lokal.

BACA JUGA:Kampung Reforma Agraria di Pandeglang Dongkrak Ekonomi Lewat Pembibitan dan Budidaya Ikan

Di sisi lain, pihak BT Batik Trusmi selaku mitra kerja sama naming rights merasa kecewa. Pemilik BT Batik Trusmi, Sally Giovanny, mengaku kaget setelah mengetahui keputusan PT KAI.

“Hari ini kami benar-benar kaget mendengar kabar pembatalan sepihak. Padahal, sejak awal PT KAI sendiri yang menawarkan kerja sama kepada kami. Proses sudah panjang, kontrak sudah ditandatangani, acara sudah dipersiapkan, bahkan undangan sudah tersebar,” ungkap Sally dalam rekaman video yang diterima Radar Cirebon, Selasa (30/9/2025).

Meski demikian, Sally menegaskan bahwa kerja sama tersebut tidak bermaksud mengubah nama asli stasiun.

“Nama Stasiun Cirebon tetap ada. Kami hanya menambahkan BT Batik Trusmi, tidak menghapus nama maupun mengubah gedung cagar budaya,” jelasnya.

BACA JUGA:Menteri ATR/BPN Nusron Pastikan Pengukuran Tanah Presisi Dukung Swasembada Pangan di Wanam Papua

Sally juga berharap, upaya ini bisa mendongkrak ekonomi lokal. “Kami hanya ingin brand batik Trusmi bisa setara dengan brand nasional. Tujuannya agar pariwisata Cirebon berkembang dan ekonomi kerakyatan bergerak,” ujarnya penuh harap.

Namun, pandangan berbeda disampaikan anggota DPRD Kota Cirebon, Umar S. Klau. Ia menilai keputusan membatalkan kerja sama adalah langkah terbaik.

“Ini negara, semua ada asasnya. Aturan naming rights masih abu-abu, juklak juknis di Kementerian Perhubungan belum jelas. Lebih baik dibatalkan daripada menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Kita harus melihat Cirebon sesuai konteks lokal, bukan membandingkan dengan daerah lain,” tegas Umar.

Polemik ini menandai bahwa branding fasilitas publik melalui naming rights masih membutuhkan regulasi yang jelas. Untuk sementara, Stasiun Cirebon tetap mempertahankan nama aslinya, sembari menunggu keputusan final dari PT KAI dan kementerian terkait.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: