Ade Ahmad Ramlan, 14 Tahun Mengabdi Tanpa Kepastian

 Ade Ahmad Ramlan, 14 Tahun Mengabdi Tanpa Kepastian

Ade Ahmad Ramlan, tenaga kesehatan honorer asal Majalengka, yang telah mengabdi selama 14 tahun tanpa kepastian status.-Baehaqi-radarmajalengka

BACA JUGA:BRI Resmikan Kantor Cabang di Taipei, Sediakan Layanan Keuangan Bagi 360 Ribu PMI Di Taiwan

Salah satu momen paling berkesan dalam pengabdiannya adalah ketika pandemi Covid-19 melanda. Saat banyak orang memilih berdiam di rumah, Ade dan rekan-rekannya justru berada di garis depan. Mereka menyuntikkan vaksin, menangani pasien, hingga merujuk kasus darurat ke rumah sakit rujukan.

"Selama Covid, kami hampir tidak pulang. Kami berjuang melayani masyarakat meskipun risikonya besar. Saat orang lain di rumah, kami justru keluar setiap hari. Itu masa yang berat, tapi menjadi bagian penting dalam hidup saya," kenangnya.

Ade mengaku, momen tersebut membuatnya semakin menyadari pentingnya peran tenaga kesehatan di lini terdepan. Namun ironisnya, dedikasi itu belum diimbangi dengan kepastian status dan kesejahteraan yang layak.

Dalam audiensi bersama BKPSDM Majalengka, muncul secercah harapan. Pemerintah daerah menyampaikan rencana untuk mengusulkan para tenaga honorer kategori R4 menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.

BACA JUGA:HUT RI ke-80, Polda Jabar Kibarkan Merah Putih di Puncak Ciremai dan Catat Rekor Pendaki Tertua

Solusi ini diharapkan menjadi titik temu antara pengakuan legalitas dan keterbatasan anggaran daerah.
"Tadi sedikit ada harapan. Katanya akan diusulkan oleh pemerintah daerah, hanya waktunya yang belum pasti. Tapi targetnya sebelum Desember, semua kategori—R2, R3, R4, dan R5—harus selesai," jelas Ade.
Langkah ini, meski belum final, disambut baik oleh para honorer.

Status PPPK paruh waktu dianggap sebagai bentuk pengakuan resmi terhadap jasa mereka yang selama ini nyaris tak terdengar.

Kisah Ade Ahmad Ramlan bukanlah satu-satunya. Ribuan tenaga honorer di seluruh Indonesia berada dalam posisi serupa: mengabdi tanpa jaminan, bekerja tanpa kejelasan status.

Mereka adalah wajah nyata dari sistem yang selama bertahun-tahun bergantung pada loyalitas individu tanpa memberikan perlindungan memadai.

Pengabdian seperti yang ditunjukkan Ade seharusnya menjadi cermin bagi para pembuat kebijakan, bahwa loyalitas tidak boleh dibalas dengan ketidakpastian.

BACA JUGA:1.700 Pelari dari 22 Negara Meriahkan Dieng Trail Run 2025, Dorong Pariwisata Jawa Tengah

Harapan besar kini tertuju pada akhir tahun 2025, sebagai momentum terakhir bagi pemerintah pusat dan daerah menyelesaikan nasib para honorer sebelum estafet kekuasaan berganti.

"Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kami hanya ingin dihargai sebagaimana mestinya. Bukan karena kami menuntut lebih, tapi karena kami sudah memberikan semuanya," tutup Ade. (bae)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: