Wamen Ossy: Tata Ruang Berbasis Disaster Risk Reduction Kunci Hadapi Risiko dan Kerugian Bencana

Wamen Ossy: Tata Ruang Berbasis Disaster Risk Reduction Kunci Hadapi Risiko dan Kerugian Bencana

Wamen ATR/BPN Hadir dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Tim Pengawas DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana-Dok-Istimewa

RADARMAJALENGKA.COM-Jakarta – Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana alam yang tinggi. Dari gempa bumi, tsunami, banjir, hingga tanah longsor, potensi bencana dapat menimbulkan kerugian besar jika tidak diantisipasi sejak dini. Untuk itu, perencanaan tata ruang berbasis Disaster Risk Reduction (DRR) menjadi kunci penting dalam upaya mitigasi dan penanganan bencana secara menyeluruh.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (Wamen ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Waka BPN) Ossy Dermawan, dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Tim Pengawas DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana, Rabu (5/11/2025) di Ruang Sidang Banggar DPR RI, Jakarta.

“Kedudukan tata ruang sangatlah penting dalam penanganan bencana. Pada tahap pra-bencana, tata ruang berperan dalam pencegahan dan mitigasi. Sedangkan pada tahap pasca bencana, tata ruang digunakan sebagai acuan rekonstruksi wilayah terdampak,” tegas Wamen Ossy.

BACA JUGA:Longsor di Salawangi Putus Jalur Bantarujeg–Wado, Kendaraan Berat Dilarang Melintas

Tata Ruang Berbasis DRR untuk Mitigasi dan Rekonstruksi

Menurut Ossy, penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) harus berbasis mitigasi risiko bencana agar pembangunan tidak menimbulkan kerentanan baru. Kementerian ATR/BPN telah menerapkan konsep tersebut dalam penyusunan Peta Zona Rawan Bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah, sebagai bagian dari revisi RTR pasca bencana gempa dan tsunami.

Dalam peta tersebut, dilakukan overlay berbagai peta bahaya dan potensi bencana untuk menghasilkan empat zona utama, yakni:

  1. Zona pengembangan,
  2. Zona pengembangan terbatas,
  3. Zona sangat terbatas, dan
  4. Zona terlarang.

“Output-nya berupa Peta Zona Rawan Bencana yang wajib diikuti oleh seluruh lembaga dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Dengan begitu, kita memastikan bahwa perencanaan tata ruang sudah berbasis disaster risk reduction,” jelas Ossy.

BACA JUGA:Warga Kini Bisa Punya Hutan Sendiri di Jatiwangi, Cukup dengan Lahan 4x4 Meter Lewat Perhutana

Koordinasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Ketua Tim Pengawas Penanganan Bencana Alam DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan koordinasi lintas sektor yang kuat untuk menghadapi ancaman bencana, terutama menjelang akhir tahun saat intensitas curah hujan meningkat.

“Dampak bencana tidak hanya materiil, tapi juga nonmateriil—hilangnya nyawa, trauma, dan terganggunya kehidupan sosial ekonomi. Karena itu, dibutuhkan komando operasi terpadu yang mampu mengintegrasikan seluruh tahapan penanganan,” ujar Cucun.

Dalam rapat tersebut, Timwas DPR RI menghadirkan sejumlah menteri, wakil menteri, dan kepala lembaga terkait, termasuk Kementerian ATR/BPN, BNPB, Kementerian PUPR, dan BMKG, untuk memperkuat sinergi antarlembaga dalam perencanaan mitigasi dan respons bencana.

BACA JUGA:DPRD Majalengka Desak Bupati Tahan TPP ASN Penunggak Pajak, Citra Birokrasi Dipertaruhkan

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait