Halaqah Babakan Ciwaringin: Maklumat Babakan dan Sikap Terhadap Kebijakan Jabar
Kombes Pol (Purn) Dr. H. Juhana Zulfan, MM, Ketua Makom Albab dan juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Majalengka dari Fraksi PKB,-Baehaqi-radarmajalengka
MAJALENGKA, RADARMAJALENGKA.COM - Sebanyak 111 tokoh pengasuh dan alumni Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, berkumpul dalam Halaqah Akbar bertajuk “Refleksi Kebijakan Pendidikan Jawa Barat” yang digelar pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Forum strategis ini menghasilkan Maklumat Babakan, yaitu pernyataan sikap resmi terhadap sejumlah kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat.
Pertemuan yang berlangsung di kompleks pesantren tersebut melibatkan berbagai tokoh nasional dan daerah dari latar belakang beragam, mulai dari kalangan ulama, pimpinan ormas keagamaan, anggota legislatif, hingga pejabat daerah.
Mereka menilai beberapa kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat bertentangan dengan prinsip keadilan dalam pendidikan, dan berpotensi melemahkan eksistensi pesantren serta lembaga pendidikan swasta berbasis keagamaan.
Halaqah ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, di antaranya: Dr KH. Dedi Wahidi MM (Pengasuh Kampus Hijau Kaplongan Indramayu dan Anggota DPR RI Fraksi PKB), Dr KH Juhadi Muhammad MH (Ketua PWNU Jawa Barat), KH Marzuki Ahal (Ketua Persatuan Seluruh Pesantren Babakan/PSPB), KH Azizi Amrin (ulama senior Babakan), KH Asep Saefullah Amin (tokoh pendidikan pesantren), KH Azus Syaerozi (Ketua PCNU Kabupaten Cirebon), H Mustafa (Ketua PCNU Kabupaten Indramayu), KH Wohar (Pengasuh Pondok As-Sanudi Babakan), KH Mustofa (Ketua PCNU Kota Cirebon) dan Rais Syuriyah PCNU Indramayu.
Selain itu, hadir pula perwakilan dan alumni dari berbagai daerah seperti Ciamis, Cirebon, Majalengka, Kuningan (Ciayumajakuning), Bekasi, DKI Jakarta, Subang, Karawang, hingga wilayah Bandung Raya.
Maklumat Babakan menyampaikan lima poin krusial yang menjadi perhatian serius para peserta halaqah:
1. Penghapusan Dana Hibah Pesantren (Pergub No. 12 Tahun 2025)
Kebijakan ini dianggap melanggar amanat UUD 1945 dan UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, karena menghapus dukungan keuangan yang seharusnya memperkuat pesantren, bukan malah dihilangkan.
2. Penerapan Lima Hari Sekolah (Surat Edaran Disdik Jabar No. 58/PK.03/Disdik)
Kebijakan ini dinilai mengurangi waktu siswa untuk mengikuti pendidikan Madrasah Diniyah pada sore hari, yang merupakan bagian penting dalam pembentukan karakter keagamaan.
3. Penambahan Rombel hingga 50 Siswa (Keputusan Gubernur No. 463.1/KEP.323-DISDIK/2025)
Dikhawatirkan menurunkan mutu pembelajaran dan mengancam kelangsungan sekolah swasta, karena tidak mampu bersaing dalam jumlah siswa.
4. Ketimpangan Bantuan BPMU (Pergub Jabar No. 58 Tahun 2022)
Peserta halaqah menilai adanya ketidakadilan dalam distribusi bantuan. Sekolah swasta kerap tidak mendapatkan porsi setara dengan sekolah negeri, meskipun Putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024 dan UU No. 20 Tahun 2003 menegaskan asas kesetaraan.
5. Penyerahan Ijazah Gratis (SE Gubernur No. 3597/PK.03.04.04/SEKRE dan SE Disdik No. 100.3.4.4/2879/DISDIK/2024)
Kebijakan ini dinilai tidak selaras dengan kondisi dan kearifan lokal. Peserta halaqah mendorong agar kebijakan publik dirumuskan melalui dialog terbuka dengan seluruh pemangku kepentingan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
