Pilkada 2 Paslon Rawan Konflik

Pilkada 2 Paslon Rawan Konflik

POLITIK MAJALENGKA: Prof Fauzan memberikan keterangan mengenai situasi politik di Kabupaten Majalengka.-istimewa-Radarmajalengka.com

MAJALENGKA, RADARMAJALENGKA.COM  - Pilkada Majalengka 2024 diperkirakan akan menghadapi tantangan besar terkait potensi kerawanan sosial di masyarakat.

Dengan hanya dua pasangan calon yang bertarung, yaitu Karna Sobahi-Koko Suyoko dan Eman Suherman-Dena M Ramdhan, situasi politik di Majalengka bisa menjadi lebih rentan terhadap konflik sosial.

Menurut akademisi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof Dr Fauzan Ali Rasyid MSi pilkada dengan dua pasangan calon (paslon) memiliki tingkat kerawanan yang lebih tinggi.

Karena, persaingan cenderung lebih tajam dan dapat menciptakan polarisasi yang berisiko memecah belah masyarakat.

BACA JUGA:Reza Nur Amrin, Lulusan Terbaik STPN Tahun 2024 Selalu Dapat Motivasi Belajar dari Orang Tua

Panelis pada Cawapres Pemilu 2024 ini menegaskan bahwa ketegangan tidak hanya akan terjadi di antara para elit politik, tetapi juga dapat meluas hingga ke akar rumput jika tidak ada upaya preventif dari semua pihak yang terlibat.

"Untuk menghindari gesekan atau konflik sosial, elit partai politik pengusung kedua pasangan calon, relawan, pemerintah daerah, kepolisian, KPU, dan Bawaslu harus berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat melalui adu gagasan, bukan adu hoaks," ujar Prof Fauzan pada Kamis, 5 September 2024.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Bandung ini menuturkan bahwa elit politik, baik dari partai pengusung maupun relawan, memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sosial selama pilkada.

Mereka diharapkan dapat mengedukasi masyarakat melalui penyampaian gagasan yang konstruktif, bukan dengan menyebarkan informasi yang dapat memecah belah atau menyesatkan.

BACA JUGA:Wisuda 702 Taruna Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Menteri AHY: Jangan Pernah Berhenti Belajar

"Jika birokrasi, ASN, pemerintah daerah, penyelenggara, dan pengawas tidak netral, hal itu hanya akan memancing konflik. Ketika ada birokrat yang menunjukkan keberpihakan, itu dapat memicu perlawanan dari pihak lain.

Penggunaan aparatur negara secara tidak netral dapat memperburuk situasi dan memicu resistensi dari pihak lawan, yang pada akhirnya dapat memperbesar potensi konflik," kata guru besar ilmu politik ini.

Seiring dengan meningkatnya suhu politik di Majalengka, masyarakat diimbau untuk lebih objektif dalam menilai rekam jejak para calon pemimpin.

Pilkada bukan hanya tentang memilih siapa yang akan memimpin daerah, tetapi juga tentang memastikan bahwa pemimpin terpilih memiliki kapasitas dan integritas untuk memajukan daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: