Air Mata Soekarno, Titik Awal Malapetaka Rakyat Aceh

Air Mata Soekarno, Titik Awal Malapetaka Rakyat Aceh

Soekarno -(Sumber: Commons Wikimedia)-radarmajalengka.com

BACA JUGA:Tan Malaka, Bapak Republik dan Ahli Penyamaran yang Handal

Perlawanan terhadap Belanda terus berlanjut hingga tahun 1942. Seluruh perlawanan bersenjata dikomandoi ulama. Ulama Aceh tidak mau berkompromi dengan Belanda.

Saat era pendudukanJepang, Rakyat Aceh konsisten melawan pemerintahan Dai NIppon. Tengku Abdul Jalil, adalah ulama Aceh yg memimpin pertempuran melawan serdadu Jepang itu.

Dia meninggal syahid dalam pertempura yang berkecamuk pada akhir November 1942. Dia sebenarnya lebih berhak menyandang gelar sebagai Pahlawan Nasional.

Jepang terus menuai perlawanan dari Rakyat Aceh. Sampai dua kota di Jepang dibom atom oleh sekutu.

BACA JUGA:Dua Ponpes Ikuti Kompetisi OPOP Tingkat Provinsi Jawa Barat

Kepergian tentara Jepang, membuat para pejuang Aceh turun gunung untuk menyusun kembali pemerintahan Negara Aceh Darussalam.

Di saat genting tersebut datang berita proklamasi yang dibacakan Soekarno. Atas nama bangsa Indonesia.

Para tokoh ulama Aceh akhirnya bermusyawarah untuk menentukan nasib bangsa Aceh. Ada dua pilihan. Ingin mendirikan pemerintahan sendiri atau manjadi bagian dari Republik Indonesia yg baru saja diproklamirkan oleh Soekarno- Hatta.

Mayoritas ulama menginginkan Nangroe Aceh Darussalam merdeka.

BACA JUGA:Atlet Karate Bangka Belitung Berlatih di Dojo Lala Diah Pitaloka, Janji Kuliah Gratis di Majalengka Nol Besar

Namun datang sepucuk surat dari Soekarno kepada tokoh ulama Aceh yg dituakan yakni Tengku Daud Beureuh. Dalam surat tersebut, Soekarno meminta izin untuk bisa bertemu dengan seluruh ulama Aceh agar bisa mempresentasikan tentang konsep Republik Indonesia.

Tahun 1948 Soekarno diterima oleh Tengku Daud Beureuh, dalam forum musyawarah Ulama Aceh. Saat itu pasukan Inggris dan Belanda sudah bercokol kembali di Jawa dan Sumatera, kecuali Aceh.

Di tengah ancaman agresi militer dari sekutu, Soekarno meminta bantuan kepada rakyat Aceh. 

Sejujurnya, ulama Aceh sudah sangat siap untuk menyambut invasi dari sekutu. Bukan hanya karena persenjataan hasil rampasan dari Jepang begitu melimpah, namun juga sumberdaya yang dimiliki rakyat Aceh juga berlimpah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: