Air Mata Soekarno, Titik Awal Malapetaka Rakyat Aceh

Air Mata Soekarno, Titik Awal Malapetaka Rakyat Aceh

Soekarno -(Sumber: Commons Wikimedia)-radarmajalengka.com

BACA JUGA:KPU CUP 2023 Resmi Dibuka Bupati Karna Sobahi

Seminggu lebih Aceh dibombardir oleh kapal Citadel van Antwerpen. Namun pasukan Belanda tak kunjung bisa mendarat di Pantai Aceh.

Sementara itu serangan darat juga diluncurkan Belanda dengan kekuatan pasukan khusus Marsose. Pasukan para pengkhianat. Memang demi mendapatkan uang, para penkhianat memilih menjadi serdadu Belanda.

Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. 

Köhler dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkanz Köhler sendiri tewas terbunuh pada tanggal 14 April 1873. Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana.

BACA JUGA:Oxsa Bikin Kereta Kencana Jadi Juara Karnaval

Perang Aceh Kedua (1874-1880). Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten. 

Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. Pada tanggal 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan  Aceh menjadi bagian Hindia Belanda.

Jatuhnya Kuta Raja tidak serta merta menaklukkan Bangsa Aceh. Dengan memindahkan pusat pemerintahan ke Indrapuri, kesultanan Aceh terus melancarkan perlawanan bersenjata. 

Semangat jihad yg merasuk kuat dalam setiap diri rakyat Aceh, mampu membuat Belanda mengalami kebangkrutan. Perang terus berkobar, membuat Belanda terus merugi akibat menanggung biaya perang.

BACA JUGA:Misteri Lokomotif BB 301 27 yang Terkenal Angker, Sering Melaju Sendiri Tanpa Masinis

Hingga datanglah keturunan Yahudi yang bernama Snouck Hurgronje. Sosok yang berpura-pura menjadi mu'allaf. Kemudian merangkul tokoh desa dan perkampungan sambil memfokuskan target penyerangan terhadap ulama.

Snouck meminta agar Belanda mengesampingkan terlebih dahulu kaum bangsawan, lalu fokus membunuhi para ulama. Karena dapat dilihat jelas bahwa ulama adalah sentral dari perlawanan rakyat Aceh.

Penting bagi Belanda untuk menjauhkan rakyat dari pengaruh ulama, agar mudah dipengaruhi. Dan terbukti bahwa strategi Snouck Hurgronje efektif mengurangi eskalasi perlawanan terhadap Belanda.

Snouck menarik kesimpulan yang tepat, bahwa ulama sangat sulit untuk disuap dan tak haus jabatan. Karena ulama saat itu sangat istiqomah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: