Diding Wahyudin Dua Kali Ditipu, Berharap Perhatian Pemerintah
Keterbatasan fisik bukan menjadi hambatan bagi Diding Wahyudin (61), warga Blok Selasa RT 01 RW 04 Desa Garawangi Kecamatan Sumberjaya. Pria berkebutuhan khusus ini mampu menjadi bos konveksi di masa pandemi Covid-19.
ONO CAHYONO, Majalengka
USIANYA memang sudah tidak muda lagi. Namun soal semangat bekerja, tidak perlu diragukan lagi. Diding memiliki usaha di bidang konveksi celana kolor yang mampu mengubah kehidupannya. Kini pria yang mengandalkan tongkat ketika berjalan itu seorang bos konveksi celana kolor yang sukses.
\"Mau pesan apa, nanti saya panggilkan bapak dulu,\" kata salah seorang karyawan yang tengah mengemas puluhan celana kolor berbagai macam warna.
Duduk di kursi, pria tua yang berdampingan dengan satu tongkat itu diketahui bernama Diding Wahyudin. \"Ya beginilah saya, kalau aktivitas sehari-hari itu mesti ada tongkat ini. Maklum sejak kecil kondisinya sudah begini,\" tutur Diding.
Mang Diding-sapaan akrabnya-- menyambut baik kedatangan Radar Majalengka guna melihat secara langsung aktivitas usaha di kediamannya, kemarin (9/9).
Ia masih membantu menyelesaikan pekerjaan karyawannya meski sudah menjadi pemilik konveksi. Ia menceritakan konveksi tersebut merupakan hasil jerih payah yang dibangun bersama istrinya, Rumsari (53) di era sebelum krisis moneter tepatnya 1995 silam.
\"Memulai usaha pada tahun 1995 lalu. Kami sempat berhenti karena krisis moneter. Awalnya membuat celana, sarung bantal, dan sejumlah jenis tergantung pemesanan,\" tuturnya.
Ia mengaku fokus membuat celana kolor sejak lima tahun lalu. Tepatnya saat bahan kain seharga Rp31.500 per kilogram. Sampai sekarang masih bertahan meski harga bahan baku seperti kain sudah mencapai Rp40 ribu lebih per kilogramnya.
Dalam satu pecan, Diding harus menyediakan 60 rol atau 25 kilogram bahan baku (kain) guna mencukupi kebutuhan pemasaran ke sejumlah pasar besar. Dalam 10 hari, membutuhkan minimal 1 ton bahan baku.
Pria yang baru genap 61 tahun, kelahiran 6 September 1960 ini memang awalnya hanyalah sebagai tukang jahit biasa. Bermodal keahlian dan pernah mengikuti kursus jahit pada 1976. Siapa sangka sekarang sudah menjadi seorang pengusaha konveksi dengan omzet puluhan juta rupiah.
Dari sarana dan prasarana yang ada di konveksinya itu terdapat puluhan mesin jahit dan mesin obras, mesin obras karet, serta mesin lainnya. Seluruh mesin itu dioperasikan oleh puluhan karyawannya.
Soal nama produk di celana kolor produksinya, Diding memakai sebuah nama \'Ge eR\'. Nama tersebut diambil dari sebuah nama desa tempat tinggalnya yakni Garawangi. Hanya saja ada perubahan dan pemberian nama imbuhan di tengah dari sebelumnya hanya \'G R\'.
\"Awalnya G dan R saja. Tapi kita sisipkan \'e\' menjadi Ge eR yang merupakan sebuah nama desa dan ejaan Sunda. Awalnya kami membuat dari bahan baku katun. Sekarang dominasi dari bahan lotto,\" jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: