Diskusi Sejarah Majalengka

Diskusi Sejarah Majalengka

MAJALENGKA-  Peringatan Hari Jadi Majalengka hingga kini masih kontroversi dan menjadi perdebatan di berbagai elemen masyarakat. Sejumlah tokoh yang peduli dengan sejarah Majalengka mengikuti diskusi tentang sejarah Majalengka bertempat di Warung Politik (Warpoel), Komplek Stadion Warung Jambu Kelurahan Majalengka Wetan Kecamatan Majalengka, kemarin (21/6). Hadir sebagai narasumber Momon Abdul Rahman SS, Kepala Bidang Destinasi dan Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Ketua Grumala, Nana Rohmana alias Kang Naro. Diskusi terbatas digagas pemilik Warpul, Toni Tresna. Hadir dalam diskusi itu Igum Gumbirawan, Surya Darma SH, mantan pejabat Pemkab Majalengka beserta sejumlah pemerhati sejarah Majalengka. Dalam diskusi itu Kang Toni Tresna menyatakan Peringatan Hari Jadi (Harjad) Majalengka yang saat ini diperingati setiap 7 Juni masih kontroversi. Penetapan tanggal 7 Juni masih menggunakan dongeng. ”Sejarah Majalengka masih kontroversi dan perlu ada pelurusan sejarah dan harus dikaji ulang. Karena sejarah merupakan karakter daerah. Karena itu kami mengadakan diskusi terbatas 19,untuk memberikan pencerahan tentang sejarah Majalengka yang masih kontroversi,” tutur Kang Toni. Narasumber Momon Abdul Rahman SS menegaskan dirinya hadir sebagai peminat sejarah Majalengka. Kang Momon menyatakan ingin menyamakan persepsi sejarah Majalengka dilihat sebagai permukiman atau Majalengka dilihat dari segi wilayah administratif. Diungkapkan Kang Momon, kaidah administrasi penetapan peringatan Harjad Majalengka pada 7 Juni berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) tahun 1982. Sedangkan tahun tahun sebelumnya sejak tahun 1819, Harjad Majalengka diperingati setiap 15 Januari. Diungkapkan dia pada tahun 1840 nama Majalengka baru dikenal setelah ada lembaran negara yang menyatakan nama Majalengka menjadi Sindangkasih. Bila di Subang ada dua peringatan yakni Hari Jadi Subang dan Hari Jadi Kabupaten Subang. Diungkapkannya secara hukum administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan tidak logis bila perngatan Hari Jadi Kabupaten Majalengka melebihi Indonesia. Menurutnya, ada asumsi yang sepertinya keliru, jika Cirebon lebih tua dari Majalengka. Karena pada masa Penjajahan Belanda, Pelabuhan Karangsambung Kecamatan Kadipaten ketika itu terdapat 25 gudang kopi yang bisa transaksinya mencapai Rp5 triliun. Sedangkan Cirebon ketika itu masih hutan belantara. “Kita harus memilih mau menentukan periingatan Hari Jadi Majalengka, atau Hari Jadi Kabupaten Majalengka atau justru kedua- duanya,” tandasnya. Sementara, peneliti sejarah Majalengka yang juga Ketua Grup Majalengka Baheula (Grumala), Nana Rohmana alias Kang Naro menyatakan, selama ini sejarah Sindangkasih masih belum jelas. Apakah Sindangkasih itu dulunya sebuah kerajaan seperti Talaga Manggung atau bukan. Hingga saat ini tidak ada petilasan dan bukti yang otentik. Sedangkan mantan Pejabat Pemkab Majalengka Surya Dharma menyatakan Pemkab Majalengka semstinya tidak menggelar sidang paripurna Hari Jadi Majalengka yang penetapannya berdasarkan mitos dan dongeng. Kecuali peringatan Hari Jadi Kabupaten Majalengka yang bisa dilakukan dengan acara kenegaraan yakni dengan sidang paripurna DPRD. Masyarakat modern juga harus tahu sejarah cerita yang didukung dengan fakta otentik. “Yang lebih simple itu peringatan Hari Jadi Kabupaten Majalengka yang bisa diperingati oleh seluruh warga Kabupaten Majalengka dan bukan peringatan Harjad Majalengka sebagai sebuah kota yang kecil,” tandasnya.(ara)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: