26 Adat Desa Mati Suri

26 Adat Desa Mati Suri

MAJALENGKA - Bupati Majalengka Dr H Karna Sobahi MMPd mengungkapkan, ada puluhan adat yang sebelumnya tumbuh subur di desa, kini mulai menjadi barang langka. Hal itu seiring dengan semakin jarangnya adat-adat setempat digelar, baik dalam sebuah even, maupun ritual. \"Ada 26 jenis adat desa, yang sudah kami inventarisir, yang hamper tidak dijalankan oleh desa,\" kata dia, Selasa (12/11). Dari inventarisasi yang dilakukan, diketahui penyebab mulai langkanya adat-adat tersebut. Salah satunya adalah kesan kuno dari kegiatan adat tersebut. \"Karena dianggapnya masa lalu, tahayul, dan musrik. Banyak yang begitu. Seperti (adat) Guar Bumi, Mapag Sri, atau Munjungan. Itu kan istilah-istilah yang mungkin sekarang ini dinilai tahayul,\" jelasnya. Guna menumbuhkan kembali adat-adat desa, Karna menegaskan, setiap desa sudah seyogyanya memiliki even adat, minimal satu kali dalam satu tahun. Itu bisa menjadi agenda tahunan yang bisa menarik wisatawan luar yang senang terhadap budaya. \"Nanti even-even di Kabupaten Majalengka, apakah itu bentuk pengajian, dikemas kombinasi seni budaya. Seperti kemarin (HUT Majalengka) pengajian. Ada wayang, ada calung, kemudian diakhiri dengan pengajian,\" papar Karna. Sebelumnya, upaya pelestarian cagar budaya di Majalengka terus dilakukan. Pengurus ke XII Rumah adat Panjalin, Iang Saeful Ikhsan SAg mengatakan, Rumah Adat Panjalin menjadi salah satu cagar budaya yang ada di Majalengka. Pengembangan rumah adat guna meningkatkan potensi wisata terus dilakukan namun menuai sejumlah kendala. Salah satunya adalah pemikiran masyarakat yang menganggap rumah adat Panjalin adalah miliki suatu kelompok atau keluarga. Padahal keberadaannya sudah diakui oleh pemerintah yang secara otomatis adalah milik masyarakat Indonesia. “Untuk pengembangan memang selalu menjadi wacana yang didambakan kami dan masyarakat Panjalin Kidul, Kecamatan Sumberjaya. Akan tetapi memang ada sejumlah kendala salah satunya kekhawatiran seperti keraton rebutan ahli waris. Kisruh di tingkat keluarga itu bisa saja berujung sampai memutuskan tali silaturahmi,” jelas Iang. (ono)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: