Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan: Inovasi Klasifikasi Multi-Elektoral Jaga Kualitas Data Pemilih
Oleh : Hj. Elih Solelah Fatimah, S.Pd-dok-Istimewa
Oleh : Hj. Elih Solelah Fatimah, S.Pd
(Komisioner KPU Kabupaten Majalengka 2023-2028)
Latar Belakang
Pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan (DPB) adalah proses penting dalam penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan adil. Kualitas data pemilih berpengaruh langsung terhadap legitimasi pemilu. Namun, tantangan seperti mobilitas penduduk, kematian, pemilih ganda, dan perubahan status kewarganegaraan sering kali menghambat keakuratan data.
Pendekatan tradisional dalam pemutakhiran data pemilih sering bersifat statis dan administratif. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, dibutuhkan pendekatan berbasis teknologi dan data science, salah satunya adalah klasifikasi multi-elektoral.
Pendekatan klasifikasi multi elektroral dalam Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB) adalah strategi untuk menjaga kualitas data pemilih dengan mengklasifikasikan perubahan data berdasarkan berbagai jenis peristiwa atau sumber data terkait pemilihan/kepemiluan.
Tujuan utamanya adalah memastikan daftar pemilih akurat, komprehensif, dan mutakhir secara terus-menerus, tidak hanya menjelang pemilihan.
BACA JUGA:Bantuan Sosial 1.000 Paket Warnai HUT ke-61 Partai Golkar Majalengka, Wujud Kepedulian untuk Rakyat
Dasar utama yang menjadi aturan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. Peraturan ini mencabut dan menggantikan PKPU sebelumnya, yaitu PKPU Nomor 6 Tahun 2021.
Beberapa dasar dan poin aturan penting dari PDPB adalah sebagai berikut : Pertama Amanat undang-undang: Program ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kedua, Tujuan: Untuk menjaga, memelihara, dan memperbarui Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu atau pemilihan terakhir secara terus-menerus, demi menghasilkan data pemilih yang akurat dan mutakhir untuk pemilu atau pemilihan berikutnya. Ketiga, Sumber data: KPU memanfaatkan data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dikonsolidasikan setiap enam bulan.
Selanjutnya Tujuan utama PDPB menurut UU No 7 Tahun 2017 dan PKPU No 1 tahun 2025 adalah sebagai berikut :
- Memelihara dan memperbarui DPT: KPU bertugas memelihara dan memperbarui DPT Pemilu atau Pilkada terakhir secara berkelanjutan.
- Sinkronisasi data: PDPB menyinkronkan DPT terakhir dengan data kependudukan terbaru secara nasional.
- Menjamin akurasi dan kerahasiaan: Proses ini bertujuan menjaga akurasi data pemilih sambil tetap menjamin kerahasiaan data pribadi.
- Menyusun DPT berikutnya: Data hasil PDPB digunakan sebagai bahan acuan untuk penyusunan DPT pada Pemilu atau Pilkada berikutnya.
- Memastikan hak pilih: PDPB memastikan tidak ada pemilih yang kehilangan hak pilihnya karena data yang tidak akurat.
Waktu rekapitulasi: PKPU No. 1 Tahun 2025 menetapkan bahwa rekapitulasi PDPB dilakukan dalam rapat pleno terbuka setidaknya setiap tiga bulan sekali di tingkat KPU kabupaten/kota dan setiap enam bulan di tingkat KPU provinsi.
BACA JUGA:Selamat! Rp250.000 Saldo DANA Kaget Jadi Milikmu Hari Ini Juga, Yuk Klaim Sekarang Sebelum Terlambat
Meski menjanjikan, implementasi klasifikasi multi-elektoral menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, integrasi data antar instansi yang sering terkendala birokrasi. Kedua, ketimpangan digital di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang membuat pembaruan data berbasis teknologi sulit diterapkan. Ketiga, isu keamanan data yang rawan disalahgunakan.
Solusi yang ditawarkan adalah mendorong kesepakatan antarinstansi melalui mekanisme Application Programming Interface (API) dan nota kesepahaman (MoU), memperkuat metode manual di daerah yang belum terjangkau internet, serta menerapkan standar enkripsi untuk menjaga privasi warga.
Selain itu, partisipasi masyarakat harus diperluas. Pemutakhiran data pemilih tidak bisa hanya menjadi tugas KPU, tetapi juga memerlukan pengawasan publik. Pengalaman Pemilu 2019 menunjukkan bahwa laporan masyarakat berhasil mengoreksi ribuan data pemilih bermasalah.
Apa itu Klasifikasi Multi-Elektoral?
Klasifikasi multi-elektoral adalah pendekatan pemodelan yang mengelompokkan data pemilih berdasarkan karakteristik elektoral yang beragam, seperti: (a) Lokasi geografis (TPS/DPT/Kecamatan/Kabupaten), (b) Riwayat pemilu (partisipasi pemilu sebelumnya), (c) Usia dan status kependudukan (d) Potensi mobilitas (pindah domisili) dan (e) Status administratif (meninggal, TNI/Polri, dll.)
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kategori pemilih yang berisiko tinggi tidak valid dan merancang strategi pemutakhiran yang lebih terfokus dan terpersonalisasi.
Konsep Klasifikasi Multi Elektroral dalam PDPB
"Klasifikasi Multi Elektroral" merujuk pada pemilahan dan penanganan data pemilih berdasarkan kategori-kategori perubahan yang relevan dengan proses kepemiluan. Ini memungkinkan penyesuaian yang lebih terfokus dan akurat terhadap daftar pemilih.
Klasifikasi Utama (Berdasarkan Perubahan Status Pemilih)
Klasifikasi ini biasanya didasarkan pada perubahan kependudukan atau status hukum yang memengaruhi hak pilih seseorang, meliputi:
- Pemilih Baru/Pemula: Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru memenuhi syarat sebagai pemilih (misalnya, baru mencapai usia 17 tahun atau baru berpindah menjadi WNI).
- Pemilih Tidak Memenuhi Syarat (TMS): Pemilih yang kehilangan hak pilihnya karena:
- Meninggal dunia,
- Pindah domisili ke luar wilayah administrasi pemilihan,
- Gangguan jiwa/ingatan berdasarkan surat keterangan dokter,
- Dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,
- Menjadi anggota TNI/Polri (setelah sumpah/janji) dan
- Bukan WNI lagi.
Perubahan Data Pemilih: Pemilih yang tetap memenuhi syarat namun mengalami perubahan elemen data penting, seperti: (a) Perubahan elemen data pribadi (nama, tanggal lahir, status perkawinan), (b) Perubahan alamat (pindah dalam wilayah administrasi pemilihan yang sama, namun berbeda Tempat Pemungutan Suara/TPS).
Sumber Data Multi Elektroral
Data untuk klasifikasi ini umumnya diperoleh dari berbagai sumber resmi (multi-elektroral) yang mencerminkan status kependudukan dan sipil, seperti:
- Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil): Menyediakan data kematian, pemilih pemula, pindah datang, dan perekaman KTP elektronik.
- Pengadilan: Menyediakan data putusan pencabutan hak pilih.
- TNI/Polri: Menyediakan data anggota baru yang kehilangan hak pilihnya selama masa dinas aktif.
- Rujukan internal: Data hasil Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terakhir, seperti Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) atau Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Partai Politik dan Masyarakat: Masukan/laporan dari pihak-pihak terkait.
Adapun manfaat dari pendekatan ini yaitu, Pertama Deteksi Dini Anomali Data Pemilih, Misalnya: pemilih terdaftar di dua wilayah berbeda, pemilih yang sudah meninggal tapi masih terdaftar, dll, Kedua Segmentasi dan Prioritasi Pemutakhiran, Daerah-daerah yang rawan data tidak valid bisa diprioritaskan berdasarkan klasifikasi. Ketiga Efisiensi Sumber Daya, Anggaran dan SDM bisa difokuskan pada kelompok pemilih yang memerlukan verifikasi lebih lanjut. Keempat Integrasi dengan Sistem Data Nasional, seperti Disdukcapil, KPU, dan instansi lain secara sinkron.
Langkah Implementasi
Berikut tahapan implementasi pendekatan klasifikasi multi-elektoral:
- Pengumpulan Data, Data pemilih (DPT), data kependudukan (Dukcapil), data TPS, data partisipasi pemilu.
- Praproses dan Normalisasi, Membersihkan duplikasi, menyinkronkan data antar-sumber.
- Penerapan Algoritma Klasifikasi, Contoh algoritma: Random Forest, Decision Tree, K-Means (untuk clustering awal), Klasifikasi dilakukan untuk menentukan risiko validitas data pemilih.
- Evaluasi dan Validasi, Uji akurasi model dan verifikasi lapangan untuk memastikan klasifikasi tepat sasaran.
- Pemutakhiran Berkelanjutan, Sistem diintegrasikan ke proses DPB bulanan secara otomatis dan adaptif.
Kesimpulan
Pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan dengan pendekatan klasifikasi multi-elektoral dapat menjadi inovasi strategis dalam menjaga kualitas demokrasi Indonesia. Dengan memanfaatkan data dan teknologi, proses ini bisa lebih akurat, efisien, dan transparan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
