RADARMAJALENGKA.COM– Memiliki hutan pribadi mungkin terdengar mustahil bagi kebanyakan orang. Namun, gagasan kreatif dari komunitas ekonomi kreatif Jatiwangi art Factory (JaF) kini menjadikannya nyata melalui proyek Hutan Tanaraya yang dikelola oleh Perusahaan Hutan Tanaraya (Perhutana) di wilayah Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka
Lewat inisiatif ini, setiap orang bisa memiliki hutan mini berukuran 4x4 meter di kawasan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka.
Hutan kecil ini tidak hanya menjadi simbol kepemilikan lahan hijau, tetapi juga sarana edukasi tentang pentingnya menjaga oksigen bagi kehidupan.
BACA JUGA:DPRD Majalengka Desak Bupati Tahan TPP ASN Penunggak Pajak, Citra Birokrasi Dipertaruhkan
“Forum diskusi kami membahas soal hutan, dan dari situ muncul kesadaran bahwa generasi kita ini hanya menikmati warisan alam, tanpa berpikir untuk mewariskannya kembali,” ungkap Direktur Perhutana, Ginggi Syarif Hasyim, saat ditemui di Jatiwangi.
Setiap Orang Bisa Punya Hutan Mini 4x4 Meter
Dari hasil diskusi komunitas JaF, di Kabupaten Majalengka, muncul ide sederhana: membuat hutan terkecil yang bisa dimiliki dan dirawat oleh siapa pun.
Hasil riset mereka menemukan bahwa untuk disebut sebagai hutan, minimal terdapat empat jenis tanaman — tegakan, semak, payung, dan pelindung.
“Jadi kalau seseorang bisa menanam empat jenis tanaman di lahan empat meter kali empat meter, itu sudah bisa disebut hutan kecil,” ujar Ginggi.
Melalui konsep ini, setiap orang dapat membeli satu kavling lahan seluas 4x4 meter seharga Rp4 juta, di wilayah Kabupaten Majalengka.
Lahan tersebut nantinya akan ditanami dan diwakafkan kembali, sehingga membentuk hutan kolektif yang bermanfaat bagi banyak pihak.
BACA JUGA:Dapatkan Bunga Hanya 0,5 Persen untuk Pinjaman KUR BRI, Angsuran Cicilan Ringan Mulai dari 216 Ribu
Hutan Tanaraya Berdiri di Lahan 8 Hektar
Hutan Tanaraya direncanakan akan berdiri di atas lahan seluas 8 hektar di wilayah Jatiwangi. Hingga kini, 2 hektar pertama telah terealisasi, dan sebanyak 145 kavling telah dimiliki masyarakat yang disebut sebagai Perhutana Family Forest.
“Setiap pemilik akan mendapat sertifikat kepemilikan simbolik. Tapi pada prinsipnya, hutan ini bukan untuk dijual, melainkan untuk diwariskan,” jelas Ginggi.